A) PENDAHULUAN
(1) Latar belakang
Dalam
kegiatan belajar mengajar, dibutuhkan beberapa metode yang harus diketahui oleh
para pendidik. Metode-metode itu sangat diperlukan karena pada saat proses
belajar mengajar setiap peserta didik memiliki kemampuan yang berbeda untuk
memahami materi pembelajaran yang disampaikan oleh pendidik.
Suatu
misal seorang anak yang memiliki kemampuan di bidang akademik biasanya akan
lebih mudah dalam menyerap materi yang diberikan oleh pendidik dibandingkan
dengan anak yang kurang memiliki kemampuan akademik. ini mewajibkan seorang
pendidik mampu menguasai teori belajar yang seseuai dengan anak didiknya.
Teori-teori ini memiliki beberapa aliran yang berbeda dalam penekanan proses
belajar. Terdapat tiga aliran besar dalam teori belajar, diantaranya yaitu
behaviorisme, kognitif dan humanistik.
(2) Rumusan masalah
a. Mengungkapkan
tujuan teori behaviorisme, kognitif, dan humanistik.
b. Menjelaskan
arti atau definisi teori-teori belajar.
c. Bagaimana upaya memgoptimalkan kualitas
pendidik dengan teori-teori belajar
yang sesuai.
(3) Tujuan
a.
Memahami teori-teori belajar.
b. Dapat
mengetahui teori belajar secara psikologi.
c.
Dapat menerapkan dalam proses belajar mengajar.
(4) Manfaat
a. Untuk memahami teori belajar.
b. Untuk mengetahui teori belajar secara
psikologi.
B)
PEMBAHASAN
a.
BEHAVIORISME
Teori belajar behavioristik adalah sebuah teori
yang dicetuskan oleh Gage dan Berliner tentang perubahan tingkah laku sebagai
hasil dari pengalaman [1].
Teori ini lalu berkembang menjadi aliran
psikologi belajar yang berpengaruh terhadap arah pengembangan teori dan praktik
pendidikan dan pembelajaran yang dikenal sebagai aliran behavioristik. Aliran
ini menekankan pada terbentuknya perilaku yang tampak sebagai hasil belajar.
Teori behavioristik dengan model hubungan
stimulus-responnya, mendudukkan orang yang belajar sebagai individu yang pasif.
Respon atau perilaku tertentu dengan menggunakan metode pelatihan atau
pembiasaan semata. Munculnya perilaku akan semakin kuat bila diberikan
penguatan dan akan menghilang bila dikenai hukuman.
Belajar merupakan akibat adanya interaksi antara
stimulus dan respon (Slavin, 2000:143). Seseorang dianggap telah belajar
sesuatu jika dia dapat menunjukkan perubahan perilakunya. Menurut teori ini
dalam belajar yang penting adalah input yang berupa stimulus dan output yang
berupa respon. Stimulus adalah apa saja yang diberikan guru kepada pebelajar,
sedangkan respon berupa reaksi atau tanggapan pebelajar terhadap stimulus yang
diberikan oleh guru tersebut. Proses yang terjadi antara stimulus dan respon
tidak penting untuk diperhatikan karena tidak dapat diamati dan tidak dapat
diukur. Yang dapat diamati adalah stimulus dan respon, oleh karena itu apa yang
diberikan oleh guru (stimulus) dan apa yang diterima oleh pebelajar (respon)
harus dapat diamati dan diukur. Teori ini mengutamakan pengukuran, sebab
pengukuran merupakan suatu hal penting untuk melihat terjadi atau tidaknya
perubahan tingkah laku tersebut.
Faktor lain yang dianggap penting oleh aliran
behavioristik adalah faktor penguatan (reinforcement). Bila penguatan
ditambahkan (positive reinforcement) maka respon akan semakin kuat. Begitu pula
bila respon dikurangi/dihilangkan (negative reinforcement) maka respon juga
semakin kuat.
Beberapa prinsip dalam teori belajar
behavioristik, meliputi: (1) Reinforcement and Punishment; (2) Primary and
Secondary Reinforcement; (3) Schedules of Reinforcement; (4) Contingency
Management; (5) Stimulus Control in Operant Learning; (6) The Elimination of
Responses (Gage, Berliner, 1984).
Tokoh-tokoh aliran behavioristik di antaranya
adalah Thorndike, Watson, Clark Hull, Edwin Guthrie, dan Skinner. Berikut akan
dibahas karya-karya para tokoh aliran behavioristik dan analisis serta peranannya
dalam pembelajaran
1.
Teori
Pavlov
Teori
Pavlov merupakan salah satu bentuk belajar responden. Dalam belajar seperti ini
suatu respon dikeluarkan suatu stimulus yang telah dikenal. Dalam teori ini,
Pavlov melakukan suatu eksperimen dengan mempelajari proses pencernaan pada
anjing. Selama penelitian mengamati perubahan waktu dan tingkat kecepatan
pengeluaran air liur dari binatang(anjing) tersebut.
Seekor
anjing diberi serbuk daging, dan ketika makan mengeluarkan air liurnya. Serbuk
daging disebut stimulus tidak terkondisi(US) dan tindakan mengeluarkan air liur
disebut respon tidak terkondisi(UR). Terjadinya respon terhadap stimulus ini
tidak merupakan belajar, tetapi terjadi secara instingtif
Sekarang
lampu kita hidupkan ditempat anjing itu, menghidupkan lampu mempunyai efek yang
minimal terhadap keluarnya air liur itu. Kemudian kita nyalakan lmpu tepat
sebelum memberikan serbuk daging itu pada anjing(US). Jika hal ini kita lakukan
beberapa kali dan kemudian pada suatu percobaan tanpa memberikn serbuk daging.
Kita lihat respon mengeluarkan air liur. Cahaya yang sebelumnya merupakan
stimulus terkondisi/conditioned respon(CS) dan respon yang ditimbulkan disebut
terkondisi/conditioned respon(CR).
R tidak dipelajari
|
Diagram
teori belajar Pavlov
1)
Saliva
|
S
Tidak keluar Saliva
|
Makanan
2)
S1 bersifat netral
|
S1
R belum terjadi belajar
|
Bunyi
bel
3)
S1+S
R
|
4)
S1+S
----------------------------------- diulang-ulang
5)
R=(CR)
|
S1
Makna belajar telah terjadi perubahan tingkah laku, jadi
telah terjadi proses belajar. Anjing tahu bahwa sinyal tertentu sebagai tanda
hadirnya makanan dan reflek ar liur anjing timbul (keluar saliva anjing tadi).
Penajjaran S dengan S1 paling baik berjarak setengah detik.
Sekarang, marilah kita lihat penerapan teori Pavlov dalam
pembelajaran. Seorang siswa bernama Maya pertama kali masuk sekolah guru
menerimanya dengan senyuman dan pujian. Belum dua minggu berlalu Maya minta
diantarkan ke sekolah lebih pagi sambil berkata pada ibunya bahwa ia akan
menjadi guru jika besar nanti. Dari fragmen diatas melukiskan adanya belajar
responden dimana senyum dan pujian guru dapat ditafsirkan sebagai stimulus tidak terkondisi. Tindakan guru ini
menimbulkan sesuatu dalam diri Maya yaitu suatu perasaan yang menyenangkan dan
dapat ditafsirkan sebagai respon tak terkondisi guru dan sekolah yang
sebelumnya itu netral, yaitu stimulus terkondisi. Terasosiasi dengan stimulasi
tak terkondisi dan segera menimbulkan perasaan menyenangkan yang sama.
Dalam situasi yang dikemukakan diatas perilaku berubah
sebagai hasil suatu pengalaman. Jadi situasi ini sesuai dengan definisi belajar
yang sederhana yang telah dikemukakan terdahulu.
Sumbangan Pavlov yang lain dalam belajar adalah teori
refleksi bersyarat yang banyak dicoba pada beberapa anak dan fungsinya adalah
sebagai berikut :
a) Membentuk
kebiasaan pada anak agar selalu membiasakan kebersihan, krapian, kesehatan,
kejujuran, dan sebagainya. Pembiasaan itu mudah dan lebih dilakukan sejak masih
dini , sebab setelah dewasa kebiasaan akan terbentuk dan akan sukar dihapus
bahkan sering dianggap kodrat.
b) Untuk
menghapuskan kebiasaan-kebiasaan yang buruk dan mengurangi rasa takut pada
anak-anak. Misalnya anak kecil yang biasanya bangun pagi terlambat/kesiangan
dapat dihapus dengan bangun pagi pada jam 05.30.
c) Teori
persyaratan dapat membentuk sikap-sikap baik terhadap aktivitas belajar pada
siswa.
d) Teori
persyaratan dapat juga dipakai dalam psikoterapi, misalnya untuk menghilangkan
rasa takut, mmalu, penyesuaian yang salah, agresif,tamak dan sebagainya.
2. Teori thorndike
Thorndike
menggambarkan proses belajar sebagai proses pemecahan maslaah (problem
solving). Dalam penyelidikannya tentang proses belajar, pelajar harus diberi
persoalan, dalam hal itu Thorndike melakukan eksperimen dengan sebuah
puzzlebox. Sebagai percobaan dengan seekor kucing sebagai subyek percobaannya,
lapar sebagai motif, makanan sebagai rangsangannya dan keluar kurungan sebagai
masalahnya.
Seekor kucing
dimaksudkan dan dibiarkan lapar tidak diberi makanan sampai beberapa hari.
Sementara itu pintu keluar dari kurungan dikunci dengan suatu alat sedemikian
rupa sehingga apabila tali pengunci ditarik pintu dapat terbuka. Makanan
diletakkan diluar kurungan dimana kucing yang lapar terpaksa harus belajar
untuk keluar dengan menarik tali pengikat kunci sehingga mendapat makanan.
Dengan bermacam-macam perbuatan akhirnya suatu ketika tali pengikat kunci
tertarik sehingga pintu terbuka dan larilah kucing tersebut keluar untuk
mendapatkan makanan. Percobaan ini dilakukan berulang-ulang dan ternyta semakin
dicoba berulang kali semakin pendek jarak waktu antara pemberian masalah dengan
pemecahannya.
Diagram Teori Belajar Thorndike
Ø Kunci
dalam sangkar melihat S berupa daging sebagai hadiah
Ø R1,
R2, … R7 adalah si kucnig yang mencoba keluar sangkar untuk menerkam daging S
tapi gagal
Ø Rn
menginjak grendel pintu sangkar secara tidak sengaja maka pintu terbuka dan
kucing keluar mencapai S berupa daging dan dimakannya.
Atas dasar percobaan
diatas Thordike mengemukakan beberapa hukum belajar. Thordike membedakan ada 3
hukum pokok dan 6 hukum tambahan. Adapun 3 hukum pokok tersebut antara lain
sebagai berikut :
a. Hukum Kesiapan
Disini ada 3 macam keadaan yang
menunjukkan perlakukan hukum kesiapan, yaitu :
a. Apabila
pada individu/seseorang ada terdeteksi atau kecenderungan bertindak, maka
melakukan tindakan tersebut akan menimbulkan kesiapan dan menyebabkan individu
tadi tidak akan melakukan tindakan-tindakan yang lain.
b. Apabila
pada individu ada terdeteksi bergerak tetapi tidak melakukan tindakan tersebut,
maka akan menimbulkan rasa tidak puas. Oleh karena itu individu tadi akan
melakukan tindakan-tindakan lain untuk mengeliminasi atau menghapus
ketidakpuasan tadi.
c. Apabila
individu tidak ada tendensi bertindak, maka melakukan tindakan akan menimbulkan
ketidakpuasan. Oleh karena itu individu melakukan tindakan-tindakan lain untuk
mengeliminasi atau menghapus ketidakpuasan tadi.
Implikasi hukum kesepian dalam
pendidikan adalah :
a. Sebelum
guru dalam kelas mulai mengajar maka anak-anak disiapkan mentalnya terlebih
dahulu. Misalnya anak disuruh duduk yang rapi, tenang dan sebagainya.
b. Penggunaan
tes bakat sangat membantu untuk menyalurkan bakat anak. Sebab mendidik sesuai
dengan bakatnya akan lebih lancar dibandingkan dengan bila tidak berbakat.
b. Hukum Latihan
Hukum
latihan akan menyebabkan makin kuat atau makin lemah hubungan S-R. kurang
latihan akan makin melemahkan hubungan S-R. hukum ini sebenarnya tercermin
dalam perkataan repitio est meter studiorum atau practice makes perfect.
Penggunaan hukum latihan dalam proses belajar mengajar adalah prinsip ulangan,
misalnya :
a. Memberi
keterampilan kepada para siswa agar sering atau makin banyak menggunakan
pengetahuan yang telah diperolehnya.
b. Diadakan
latihan resitasi dan bahan-bahan yang dipelajari.
c. Diadakan
ulangan-ulangan yang teratur dan bahkan dengan ulangan yang ketat atau system
drill, ini akan memperkuat hubungan S-R.
c.
Hukum
Efek
hukum
efek merujuk pada makin kuat atau
lemahnya hubungan S-R sebagai akibat dari tindakan yang dilakukan. Rumusan
tingkat hukum efek adalah, bahwa suatu tindakan yang disertai hasil
menyenangkan cenderung untuk dipertahankan dan pada waktu lain akan diulangi,
sebaiknya suatu tindakan yang tidak menyenangkan cenderung untuk ditingalkan
dan tidak diulang lagi. Jadi hukum efek menunjukkan bagaimana pengaruh hasil
suatu tindakan bagi perbuatan serupa.
Implikasi
hukum efek dalam pendidikan adalah sebagai berikut :
a. Suatlah
pengalaman, situasi kelas atau kampus sedemikian rupa sehingga menyenangkan
bagi para siswa atau mahasiswa, guru, maupun karyawan sekolah. Penghuni sekolah
merasa puas, aman,dan mereka senang pada tugasnya masing-masing.
b. Buatlah
bahan-bahan pengajaran yang relevan dengan kehidupan sehari-hari, sehingga
lebih dapat diterima atai dimengerti.
c. Tugas-tugas
sekolah diatur dengan tahap-tahap pencapaian hasilnya dan memberi keyakinan
bagi para pelajar, guru, maupun petugas lainnya.
d. Tugas-tugas
sekolah ditata dengan tahap-tahap kesuarannya sehingga para siswa dapat maju
tanpa mengalami kegagalan.
e. Bahan-bahan
pelajaran dan metode pengajaran diberikan dengan variasi agar
pengalaman-pengalaman belajar mengajar menjadi segar dan menyenangkan, tidak
menjemukan.
f. Bimbingan,
pemberian hadiah, pujian, bahkan bil aperlu hukuman tentulah akan dapat memberi
motivasi proses belajar mengajar.
3.
Teori
skinner
B.F. Skinner adalah
tokoh behaviorisme yang mengembangkan teori belajar yang dikenal dengan operant
conditioning. Dalam behaviorisme Skinner pikiran, kesadaran, maupun
ketidaksadaran, tidak diperlukan untuk menjelaskan perilaku dan perkembangan.
Bagi skinner, perkembangan adalah perilaku, sehingga untuk mempelajari
perkembangan atau perubahan individu cukup dengan melihat pada perubahan
tingkah lakunya saja.
Pengkondisian operaen
adalah suatu bentuk behaviorisme deskripsi, yang berusaha menegakkan hukum
tingkah laku melalui studi mengenai belajar secara operan. Belajar secara
operan itu sendiri dapat diartikan sebagai belajar dengan menggunakan konsekuen
yang menyenangkan dan tidak menyenangkan dalam mengubah tingkah laku, sehingga
jelaslah bahwa Skinner memandang reinforcement (penguatan) sebagai unsur yang
paling penting dalam proses belajar. Penemuan Skinner ini menekankan pada hubungan
antara tingkah laku dan konsekuensinya. Contoh, apabila tingkah laku individu
segera diikuti oleh konsekuensi yang menyenangkan (mendapat pujian, hadiah,
dll), maka individu akan menggunakan atau mengulangi tingkah laku itu lagi
sesering mungkin.
Apabila konsekuensi
menyenangkan akan memperkuat tingkah laku, maka konsekuensi yangtidka
menyenangkan akan memperlemah tingkah laku. Adapun pembentukan tingkah laku
dalam operan conditioning antara lain sebagai berikut :
1. Mengindentifikasi
hal-hal yang merupakan reinforcement bagi tingkah laku yang akan dibentuk itu.
2. Melakukan
analisis untuk mengidentifikasi aspek-aspek kecil yang membentuk tingkah laku
yang dimaksud. Aspek-aspek tadi diurutkan untuk menuju terbentuknya tingkah
laku yang dimaksud
3. Dengan
mempergunakan secara urut aspek-aspek itu sebagai tujuan sementara, kemudia
diidentifikasikan reinforce untuk msing-masing aspek atau komponen itu.
4. Melakukan
pembentukan tingkah laku dengan menggunakan urutan pembentukan tingkah laku
dengan menggunakan urutan aspek-aspek yang telah disusun itu, setelah aspek
pertama selesai dilakukan, maka diberikan hadiah atau reinforce diberikan, hal
ini akan mengakibatkan aspek itu sering dilakukan. Kalau itu sudah terbentuk,
dilakukan aspek kedua dan diberi hadiah, dan seterusnya terhadap aspek-aspek
lain sampai seluruh tingkah laku yang diharapkan akan terbentuk.
Dasar operant
conditioning dalam pengajaran adalah untuk memastikan respon terhadap stimuli.
Guru berperan penting dikelas, dengan mengontrol langsung kegiatan belajar
siswa. Mereka yang harus pertama-tama menentukan logika yang penting agar
menyampaikan materi pelajaran dengan langkah-langkah dan kemudian memberikan
reinforcement segera sesudah siswa merespon. Saran kepada guru, perbaikilah
kemampuan untuk memberi penguat pada siswa, misalnya dengan megnembalikan dan
mendiskusikan pekerjaan siswa setelah diperiksa dan dinilai sesegerea mungkin
dan menanyakan kepada siswa secara teratur dan memuji, memberi hadiah atau
reward bagi jawaban yang benar, melihat pekerjaan siswa dan mencoba memperkuat
semua tingkah laku yang menghasilkan perkembangan sikap yang baik terhadap
belajar.
b.
KOGNITIF
DAN OBSERVATIONAL LEARNING-BANDURA
Ahli-ahli
teori kognitif berpendapat bahwa belajar adalah hasil dari usaha kit auntuk
dapat mengerti dunia. Untuk melakukan ini, kita menggunakan semua modalitas
mental kita. Misalnya, kita berpikir tentang situasi, sama saja artinya kita
berpikir tentang kepercayaan, harapan, dan perasaan kita yang akan mempengaruhi
bagaimana dan apa yang kita pelajari. Pandangan ini melihat belaar sebagai
sesuatu yang aktif. Mereka berinisiatif mencari pengalaman untuk belajar
mencari informasi untuk menyelesaikan masalah, mengatur kembali, dan
mengorganisasi apa yang telah mereka ketahui untuk mencapai pelajaran baru. Meskipun
secara pasif dipengaruhi oleh lingkungan, orang akan aktif memilih, memutuskan,
mempraktikkan, memperhatikan, mengabaikan dan membuat banyak respon lain untuk
mengejar tujuan. Satu hal paling penting yang mempengaruhi dalam proses ini
adalah apa yang individu pikirkan dalam situasi belajar. Ahli-ahli psikologi
kognitif menjadi lebh berminat dalam pernan pengetahuan dalam belajar. Apa yang
telah kita ketahui menentukan seberapa luasnya apa yang kita pelajari, yang
kita ingat, dan yang kita lupakan.
Berikut
ini marilah kita cermati satu persatu beberapa tokoh besar dalam aliran
kognitif.
1. Teori observasional learning (albert
bandura)
Teori
dari albert bandura merupakan perluasan wawasan teori kognitif sosial dimana
proses-proses kognitif tersebut tidak dapat diamati secara langsung, seperti
harapan, pikiran dan kekayaan. Bandura membedakan perolehan pengetahuan (belajar)
dan kinerja yang teramati berdasarkan pengetahuan tersebut (perilaku).
Denngan kata lain, Bandura berpendapat bahwa apa yamg kita ketahui dapat lebih
banyak dari apa yang dapat kita perhatikan. Siswa dapat memahami bagaimana
menyederhanakan pecahan namun menunjukan kinerja yang jelek pada saat tes
karena ia gugup atau sakit atau salah membaca soal. Sementara siswa yang lain
bisa saja telah memahami suatu materi namun pemahaman ini dapat tidak
terdemonstrasikan sampai situasi memungkinkan. Oleh karena itu, dalam teori
kognitif sosial, faktor internal dan eksternal sangat penting. Segala sesuatu
yang terjadi di lingkungan sekitar disebut faktor pribadi seperti
berfikir dan motivasi, sementara perilaku dipandang saling
berinteraksi, masing-masing faktor saling mempengaruhi dalam proses
pembelajaran. Bandura menamakan interaksi ini sebagai kekuatan reciprocal
determinism.
Suatu
faktor yang terabaikan oleh perilaku tradisional adalah fakta adanya pengaruh
yang amat kuat yang dimiliki dari pemodelan dan pengimitasian pada proses
belajar. Orang dan binatang dapat belajar hanya dengan mengamati orang lain
atau binatang lain.
a.
Belajar
dengan Megamati Orang Lain
Ada dua
jenis pembelajaran melalui pengamatan atau observasional learning.
Pertama pembelajaran melalui pengamatan dapat terjadi melalui kondisi yang
diamati oleh orang lain atau vicarious conditioning. Ini terjadi apabila
seorang siswa melihat siswa lain dipuji atau ditegur karena melakukan perbuatan
tertentu dan kemudian siswa lain melihat hal itu memodifikasi perilakunya
seolah-olah ia sendiri yang telah menerima pujian atau teguran itu. Sebagai
misal seorang guru memuji dua siswa yang membuat ilustrasi yang menarik pada
tugas makalahnya, sejumlah siswa lain yang memperhatikan pujian itu dapat
meniru perbuatan anak itu sehingga tugas makalanhnya menjadi lebih baik pada
waktu yang akan datang.
Kedua, jenis pembelajaran yang melalui
pengamatan meniru perilaku suatu model meskipun model itu tidak mendapatkan
penguatan atau pelemahan pada saat pengamatan itu sedang memperhatikan. Model
tidak harus diperankan secara langsung terapi dapat menggunakan seorang pemeran
atau visualisasi tiruan sebagai model.
b.
Elemen
Pembelajaran Melalui Pengamatan
Menurut
Bandura (1986) ada empat elemen
penting yang perlu diperhatikan dalam
pembelajaran melalui pengamatan. Keempat elemen itu adalah etensi, retensi,
produksi, dan motivasi untuk mengulangi perilaku yang dipelajari itu.
a.
Atensi,
sesorang harus menaruh perhatian (atensi) supaya dapat belajar melalui
pengamatan. Seseorang khususnya menaruh perhatian kepada orang yang menarik,
populer, kompeten, atau dikagumi.
b. Retensi,
agar dapat meniru perilaku suatu model seorang siswa harus mengingat perilaku
itu. Pada fase retensi teori pembelajaran melalui pengamatan ini , latihan
sangat membantu siswa untuk mengingat elemen-elemen perilaku yang dikehendaki
sebagai misal urutan langkah-langkah suatu pekerjaan.
c. Produksi, suatu
proses pembelajaran dengan memberikan latihan-latihan agar membantu siswa
lancar dan ahli dalam menguasai materi pembelajaran. Pada fase ini dapat
mempengaruhi terhadap motifasi siswa dalam menunjukkan kinerjanya.
d. Motivasi dan
penguatan. Suatu cara agar dapat mendorong kinerja dan mempertahankan tetap
dilakukanya keterampilan yang baru diperoleh dengan memberikan pengetahuan (bisa berupaya nilai dan
penghargaan/insentif).
Melalui pembelajaran dengan
pengamatan orang dapat mengembangkan reaksi emosional terhadap situasi yang
mereka sendiri belum pernah mengalaminya.
2.
Teori
discovery learning (jerome s. bruner)
Jerome
S. Bruner adalah seorang ahli perkembangan dan ahli psikologi belajar kognitif.
Bruner tidak mengembangkan suatu teori belajar yang sistematis, dimana manusia
dipandang sebagai pemroses,pemikir, dan pencipta informasi. Menurut Bruner,
yang penting ialah cara-cara bagaimana orang memilih, mempertahankan, dan
melakukan transformasi informasi secara aktif. Menurut Bruner inilah inti dari
belajar. Oleh karena itu, Bruner memusatkan perhatiannya pada masalah yang
dilakukan manusia dengan informasi yang
diterimanya dan apa yang dilakukannya sesudah memperoleh informasi itu umtuk
mencapai pemahaman yang memberikan kemampuan padanya.
c.
Empat
tema tentang pendidikan
(1) Struktur
pengetahuan
Kurikulum
hendaknya mementingkan struktur pengetahuan. Hal ini perlu sebab dengan
struktur pengetahuam kita menolong siswa untuk melihat bagaimana faktor-faktor
yang kelihatanya tidak ada hubungannya dapat dihubungkan satu dengan lainya,
juga pada informasi yang telah mereka miliki.
1. Kesiapan
Kesiapan terdiri atas
penguasaan keterampilan-keterampilan yang lebih sederhana yang menungkinkan
seseorang untuk mencapai keterampilan-keterampilan yang lebih tinggi.
2. Intuisi
Intuisi adalah teknik-teknik
intelektual untuk sampai pada formulasi-formulasi tentatif tanpa melalui
langkah-langkah analitik untuk mengetahui apakah formulasi-formulasi itu merupakan kesimpulan- kesimpulan yang
sahih atau tidak.
3. Motivasi
Motivasi atau keinginan
untuk belajar dan cara-cara yang tersedia pada guru untuk merangsang motivasi
itu. Pengalaman-pengalaman dimana para siswa berpartisipasi secara aktif dalam
menghadapi lingkungannya.
(2) Modal
dan Kategori
Pendekatan
Bruner terhadap belajar didasarkan pada dua asumsi (Rosser, 1984). Asumsi
pertama ialah bahwa perolehan pengetahuan merupakan suatu proses interaktif.
Berlawanan dengan para penganut teori perilaku, Bruer yakin bahwa orang yang
belajar berinteraksi dengan lingkungan secara aktif, maka perubahan tidak hanya
terjadi di lingkungan tetapi juga dalam orang itu sendiri. Asumsi kedua bahwa
orang mengkonstruksi pengetahuannya dengan menghubungkan informasi yang masuk
dengan informasi yang disimpan yang telah diperoleh sebelumnya.
Gambaran
ini merupakan bagian dari model alam
yang kita miliki. Anggaplah ada suatu benda yang tidak kita kenal terdapat
dalam lingkungan kita. Karena sifat ingin tahu kita, kita ingin memasukkan
benda ini kedalam struktur kognitif kita. Pada saat melihat benda itu, ternyata
benda itu tergerak, dan bahwa ‘benda itu’ ternyata organisme. Kita dapat
memiliki dugaan sementara (hipotesis) bahwa organisme itu dapat hewan atau
tumbuhan. Dalam model kita tentang alam ini kita telah memiliki beberapa ciri
tentang hewan dan tumbuhan, maka kita dapat mengecek ciri-ciri yang lain dari
benda itu untuk melihat apakah hipotesis kita betul atau tidak. Jika benda itu
memiliki ciri-ciri hewan yang lain, maka benda itu dimasukkan dalam kategori
hewan, bukan ke dalam kategori tumbuhan. Setelah mengamati lagi, kita mungkin
menyimpulkan bahwa benda itu mempunyai tulang belakang, jadi kita dapat
menggolongkan benda itu ke dalam kategori yang lebih sempit, yaitu vertebrata.
Pada saat mengembangkan model kita memberikan atribut-atribut dari benda baru
ini terhadap atribut-atribut dari kategori-kategori yang telah ditetapkan
semula, akhirnya kita dapat menempatkan benda itu dalam kategori kuda,
misalnya. Jika benda itu gagal untuk dimasukkan dalam klasifikasi-klasifikasi
yang lebih khusus tentang kuda (appoloosa, percheron, dll), kita harus menambah
suatu kategori baru untuk menerimannya.
Selanjutnya
yang penting menurut Bruner adalah, bahwa kategorisasi dapat membawa kita ke
tingkat yang lebih tinggi dari informasi yang diberikan. Ringkasan Bruner
beranggapan bahwa belajar merupakan pengembangkan kategori-kategori dan
pengembangan suatu sistem pengkodean (coding).
(3) Belajar
sebagai proses kognitif
Bruner
mengemukakan bahwa belajar melibatkan tiga proses yang berlangsung hampir
bersamaan. Ketiga proses itu ialah memperoleh informasi baru, transformasi
informasi, menguji relevansi dan ketetapan pengetahuan.
Bruner
menyebutkan pandangannya tentang belajar atau pertumbuhan kognitif pertama sebagai
konseptualisme instrumental. Pandangan ini berpusat pada dua prinsip. Prinsip
yaitu bahwa pengetahuan seseorang tentang kenyataan yang dibangunnya, dan
prinsisp kedua menyatakan bahwa model-model semacam itu mulai diadopsi dari
kebudayaan seseorang, kemudian model-model itu diadaptasikan pada kegunaan bagi
orang bersangkutan.
Pendewasaan
pertumbuhan intelektual atau pertu mbuhan kognitif seseorang ditunjukkan oleh
bertambahnya ketidaktergantungan respon dari sifat stimulus. Pertumbuhan itu
tergantung pada bagaimana seseorang menginternalisasi peristiwa-peristiwa
menjadi suatu ”sistem simpanan” yang sesuai dengan lingkungan. Pertumbuhan itu
menyangkut peningkatan kemampuan seseorang untuk mengemukakan pada dirinya
sendiri atau pada orang lain apa yang telah atau akan dilakukannya. Penyajian
kemampuan dapat dilakukan melalui tiga cara, yaitu cara ekonik, simbolik,
enaktif.
(4) Discovery
learning (Belajar penemuan)
Menurut Bruner belajar bermakna bahwa
dapat terjadi melalui belajar penemuan. Pengetahuan yang diperoleh melalui
belajar penemuan dapat bertahan lama, serta mempunyai efek transfer yang lebih
baik. Belajar penemuan meningkatkan penalaran dan kemampuan-kemampuan berfikir
secara bebas dan melatih keterampilan-keterampilan kognitif untuk menemukan dan
memecahkan masalah. Peranan guru adalah menciptakan situasi, sehingga siswa
dapat belajar sendiri, dengan memberikan suatu paket yang berisi pelajaran
kepada siswa. Bruner menganggap bahwa semua manusia memilik motif intrinsic
untuk belajar. Motif intrinsik adalah keinginan yang muncul tanpa tergantung
pada ganjaran atau pengharapan (rewards)
dari luar diri anak. Ganjaran/rasa puas sudah melekat pada sebagai sifat yang
inheren dalam aktivitas itu sendiri.
Teori instruktur menurut
Bruner hendaknya mencakup:
1.
Pengalaman-pengalaman optimal bagi siswa
untuk mau dan mudah belajar , ditinjau dari segi aktivitas, pemeliharaan dan
pengarahan.
2.
Penstrukturan pengetahuan untuk pemahaman
optimal, ditinjau dari segi cara penyajian, ekonomi dan kuasa.
3.
Perincian urut-urutan penyajian materi
pelajaran secara optimal, dengan memperhatikan faktor-faktor belajar
sebelumnya, tingkat perkembangan anak, sifat materi pelajaran dan perbedaan
individu.
4.
Bentuk dan pemberian reinforcemen.
Dalam penerapan belajar penemuan,
tujuan-tujuan pengajar hanya dapat dirumuskan secara garis besar dan cara-cara
yang digunakan para siswa untuk mencapai tujuan tidak perlu sama. Peran
pendidik atau guru tidak begitu mengendalikan proses belajar mengajar. Guru
hendaknya mengarahkan pelajaran pada penemuan dan pemecahan masalah, selain itu
guru diminta pula untuk memperhatikan tiga cara penyajian (efektif, ekonik, simbolik ). Penilaian hasil belajar
penemuan meliputi pemahaman tentang prinsip-prunsip dasar mengenai suatu bidang
studi, serta aplikasi prinsip-prinsip itu pada situasi baru.
(a)Bentuk
Bruner menyarankan siswa harus belajar
melalui mereka sendiri dengan memasukkan konsep-konsep dan prinsip-prinsip,
dimana mereka harus didorong untuk mempunyai pengalaman dan melakukan
eksperimen-eksperimen dan membiarkan membiarkan mereka menemukan
prinsip-prinsip bagi mereka sendiri.
(a)
Prinsip
Para
pendidik dapat menggunakan belajar penemuan ini untuk mendorong siswa untuk
selalu mandiri dan percaya diri dengan membiarkan siswa-siswa mengikuti
kompetensi dan kepuasan dari keingintahuan mereka.
a. Guru sebaiknya mendorong siswa untuk menyelesaikan
masalah-masalah mereka sendiri.
b. Mengajar harus luwes atau fleksiel dan
bersifat menyelidiki atau menjelajah
c. Guru harus mempertimbangkan sikap siswa dalam
belajar.
(b)
Metode
a. Dengan menggunakan motif reprositas
b. Dengan motif emulasii
c. Dengan kompetensi
(c) Aplikasi
Pembelajaran
Bruner membentuk banyak model
pembelajaran yang dijadikan sebagai alat (instrument).Dengan model-model itu
individu-individu dimungkinkanuntuk mengemulsi dengan jalan
mempredksi,menginterpolasi dan mengekstrapolasi pengetahuan lebih
lanjut.Model-model pengetahuan itu pada dasarnya,menurut Bruner merupakan
sebuah ekspektasi atau harapan.Denagan mengkonstruksi suatu model,individ tidak
hanya sekedar terikat ada informasi yang sudah ada sebelumnya,melainkan lebih
memungkin seseorang untuk mengkonstruksi harapan-harapan yang berada jauh ke
depan di luar informasi yang diterima.
Berikut adalah beberapa saran-saran
tambahan yang didasarkan pendekatan discovery learning terhadap pengajaran.
a. Mendorong
memberikan “ dugaan sementara “ dengan memberi pertanyaan-pertanyaan
membimbing.
b. Menggunakan
berbagai alat peragaan dan permaianan.
c. Guru
harus mendorong siswa untk memuaskan keingintahuan mereka meskipun jika mereka
ingin mengembangkan pikirannnya atau ide-ide yang kadang-kadang tidak langsung
berhubungan dengan mata pelajaran.
d. Gunakan
sejumlah contoh yang berlawanan dengan mata pelajaran yang berhubungan dengan
topic.
3. Teori reception learning (david
ausubel)
David
ausubel mengkritik discovery learning Bruner. Menurut Ausubel, siswa-siswa
tidak selalu tahu apa yang penting dan
relevan. Dan banyak siswa membutuhkan motivasi eksternal dalam melakukan
tugas-tugas kognitif yang diperlukan untuk belajar apa yang diajarkan di
sekolah. Menurut Ausubel, faktor yang paling penting dalam mempengaruhi belajar
adalah apa yang diketahui siswa. Ausubel menyampaikan satu alternatif model
pengajaran yang disebut receptiom learning.
Walaupun
peranan guru sangat berbeda dalam discovery learning dan reception learning,
tetapi keduanya memiliki permasalahan pokok. Pertama, keduanya mengajukan siswa
agar terlibat aktif dalam proses belajar. Kedua, mereka menekankan cara membawa pengetahuan
siswa yang telah ada sebelumnya untuk digabungkan dengan pelajaran baru.
Ketiga, keduanya mengasumsikan bahwa pengetahuan, suatu ketika secara
perlahan-lahan dan terus menerus akan berubah di dalam pikiran siswa.
(1)
Bentuk
Secara sederhana,
siswa tidak cukup hanya diajari bagaimana membuat strategi dalam menghadapi
suatu masalah; siswa harus diajari pula bagaimana memonitor diri mereka sendiri
dalam menilai dan menguji siswa untuk melihat apakah mereka menerapkan strategi
baru. Dengan kata lain, guru membutuhkan suatu metode dalam menilai dan menguji
siswa untuk melihat perlu atau tidak untuk menerapkan strategi baru.
Ahli-ahli teori reception learning situasi belajar,
memilih menyertakan agar guru menyususn situasi belajar, memilih menyarankan
agar guru menyusun situasi belajar, memilih materi-materi yang tepat bagi
siswa, dan kemudian menyampaikannya dalam bentuk pengajaran yang terorganisasi
dengan baik, mulai dari yang umum ke hal-hal yang lebih rinci. Inti dari
pendekatan Ausubel adalah apa yang disebut exspository
teaching, yaitu pengajaran yang
sistematis dengan penyampaian imformasi yang bermakna.
(2)
Prinsip
Berkaitan
dengan penerapan expository dalam
pengajaran, ada sejumlah hal-hal praktis yang berpusat pada pengajaran expository. Contoh, semua informasi yang
baru harus diintegerasikan ke dalam ilmu pengetahuan yang telah dipunyai siswa
sebelumnya jika informasi ini penting. Untuk
memenuhi syarat ini, materi pelajaran harus diorganisasi sehingga
ide-ide umum disampaikan sebelum fakta dan rincian khusus.
(3) Metode
Expository teaching berisi
tiga tahap penyampaian pelajaran yang didsimpulkan dalam tabel. Fase pertama adalah prsentation of advance organizer. Strategi
Ausubel selalu dimulai dengan advance
organizer, yaitu suatu pernyataan dengan memperkenalkan konsep tingkat
tinggi yang cukup luas untuk mencakup informasi yang akan mengikuti. Advance
organizer dapat mengambil tiga bentuk berbeda, yaitu definisi dari suatu
konsep, generalisasi atau analogi yang dibandingkan, dengan materi baru dengan
bebrapa contoh yang dikenal baik. Definisi dan generalisasi organizer dianggap tepat jika materi yang dipelajari tidak
dikenal dan siswa harus mempunyai ide yang
masuk akal untuk menemukan informasi baru. Tujuan advance organizer adalah memberi siswa informasi yang mereka butuhkan untuk
mempelajari pelajaran atau membantu mereka dalammengingat danmenerapkan pengetahuan
yang telah mereka punyai, tanpa menyadari adanya relevansi pelajaran itu. Jadi, organizer merupakan jembatan antara
materi baru dan materi yang sudah dimiliki siswa.
Pengatur
awal mengarahkan siswa pada materi yang
akan mereka pelajari dan menolong mereka untuk mengingat kembali informasi yang
berhubungan, dan dapat digunakan dalam membantu menanamkan pengetahuan baru. Advance organizer berhubungan dengan ide-ide yang disampaikan
dalam suatu pelajaran untuk memberikan informasi kepada siswa yang telah siap
dalam pikiran mereka, dan memberikan skema organisasi yang luas dalam bentuk
informasi yang lebih khusus.
Fase
kedua adalah presentation
of learning task or material.
Pada fase ini, materi baru disampaikan dengan memberikan ceramah, diskusi film,
atau memberikan tugas kepada siswa. Ausubel menekankan kebutuhan untuk
mempertahankan perhatian siswa sama biknya dengan kebutuhan dalam
mengorganisasi materi pelajaran secara jelas untuk berhubungan dengan susunan
yang telah direncanakan dalam advance
organizer.
Fase
ketiga adalah strengthening
cognitive organization. Fase ini menyarankan agar guru mencoba
menggabungkan informasi baru ke dalam susunan pelajaran yang sudah direncanakan
untuk pelajaran permulaan dengan mengingatkan siswa bagaimana setiap rincian
khusus yang berhubungan dengan konsep yang lebih besar. Siswa juga ditanya
apakah merekaa mengerti pelajaran yang disampaikan oleh guru dan dapat
menghubungkan pelajaran tersebut dengan pengetahuan mereka yang telah ada
sebelumnya, serta menghubungkan dengan organisasi yang di advance organize.
Koponen-komponen
penting dalam model pengajaran ekspositori Ausubel
Fase
pertama:
|
Fase
kedua:
|
Fase
ketiga:
|
Penyampaian
advance organizer
|
Penyampaian
tugas-tugas belajar atau materi pelajaran
|
|
·
Menjelaskan tujuan pelajaran
·
Menyampaikan organizer
·
Mengidentifikasi definisi ciri-ciri
tertentu
·
Memberi contoh
·
Memberi konteks
·
Mengulang
·
Segera menyadari pengetahuan dan
pengalaman siswa
|
·
Membuat organisasi yang eksplisit
·
Membuat materi pelajaran secara logis
dan eksplisit
·
Menuntut perhatian
·
Menyampaikan materi
|
·
Memperkuat cognitive organization
·
Mempromosikan secara aktif reception learning
·
Memperluas materi pelajaran
·
Menghubungkan informasi baru ke advance organizer
|
Tabel 1. Komponen-komponen penting dalam
model pengajaran ekspositori Ausubel
(4)
Aplikasi pembelajaran
Ausubel
menyarankan agar para pendidik atau guru sebaiknya menggunakan sustu pendekatan
deduktif. Dengan kata lain, mereka harus mengenalkan suatu topik dengan
konsep-konsep umum; kemudian perlahan-lahan menyampaikan contoh-contoh yang
lebih khusus dan selalu harus ada mata rantai antara apa yang diketahui siswa
dan informasi baru.
Ada
dua tambahan saran untuk pengajaran yang berdasarkan strategi reception learning, yaitu:
1. Mengorganisasi
pengajaran sebelumnya dengan suatu cara yang akan mengarahkan dari
konsep-konsep yang paling umum ke konsep-konsep yang paling detail,
2. Merencanakan
diskusi kelas dalam waktu yang singkat sebelum menyampaikan mata pelajaran baru
kepada siswa, sehimhgga siswa dapat mengungkapkan latar belakang informasi yang
penting.
4.
Teori
konstruktif dan kooperatif
Konstruktivisme
lahir dari gagasan piaget dan vigostsky, dimana keduanya menekankan bahwa
perubahan kognitif hanya terjadi jika konsepsi-konsepsi yang telah dipahami
sebelumnya diolah melalui suatu proses
ketidakseimbangan dalam upaya memahami informasi-informasi baru. Piaget dan
vigotsky juga menekankan pada hakekat sosial dan proses belajar
kelompok-kelompok belajar dengan kemampuananggota-anggota kelompok yang
berbeda-beda untuk mengupayakan perubahan konseptual.
Salah
satu prinsip penting dari psikologi pedidikan adalah guru tidak dapat
semata-mata memberikan pengetahuan kepada siswa. Siswa harus membangun
pengetahuan di dalam benaknya. Dalam hal ini guru memberikan kesempatan kepada
siswa untuk menemukan atau menerapkan sendiri ide-ide dan mengajak kepada siswa
secara sadar menggunakan strategi-strategi mereka sendiri untuk belajar . dalam
hal ini bisa di katakan bahwa guru dapat memberi siswa tangga untuk mencapai
pemahaman yang lebih tinggi, namun harus diupayakan agar siswa sendidri yang
memanjat tangga tersebut. Hal tersebut menjadi dasar pemikiran teori
konstruktivisme.
Esensi
dari teori konstruktivisme adalah ide bahwa siswa harus secara individu
menemukan dan mentransfer setiap informasi-informasi yang kompleks, dalam
rangka membangun pemahaman mengenai suatu pengetahuan (Brooks, 1990; Leinhardt,
1992: Brown, et al. 1989). Teori konstuktivisme berpandangan bahwa siswa secara
terus menerus memeriksa informasi-informasi baru yang berlawanan dengan
aturan-aturan tersebut jika tidak sesuai lagi. Pandangan ini mempunyai
implikasi yang mendalam dalam pengajaran, sebab teori ini menganjurkan peranan
yang lebih aktif pada siswa sdalam pembelajaran mereka sendiri. Di dalam kelas
yang demikian, maka peran guru adalah menemukan fakta, konsep, atau prinsip
bagi diri mereka sendiri, bukan memberikan ceramah atau mengendalikan seluruh
kegiatan kelas.
Konstruktivisme
lahir dari gagasan piaget dan Vigostky. Dimana keduanya menekankan bahwa
perubahan kognitif hanya terjadi jika konsepsi-konsepsi yang telah difahami
sebelumnya diolah melalui suatu proses ketidakseimbangan dalam upaya memahami
informasi-informasi baru. Keduanya menyarankan untuk menggunakan
kelompok-kelompok belajar dengan kemampuan anggota-anggota kelompok yang
berbeda –beda untuk mengupayakan perubahan konseptual. Walaupun demikian,
terdapat beberapa perbedaan pada dua teori tersebut. Vigotsky, misalnya,
menekankan adanya hakekat sosial dari belajar dan peran dari bahasa dalam
pembentukan struktur kognitif individu, sedangkan Piaget kurang memperhatikan
kedua hal tersebut.
Sekarang,
marilah kita cermati beberapa prinsip teori kognitif yang merupaka ttea utama
dalam teori bellajar konstruktivisme.
(a)
Prinsip
teori belajar Piaget
Kita
telah mengenal Piaget pada bab pembahasan mengenai perkembangan dan
pertumbuhan. Pada bagian ini, kita akan melihat secara lebih mendalam mengenai
prinsip-prinsip teori kognitif Piaget yang menjadi dasar dari teori belajar
konstruktivisme.
Piaget
percaya bahwa anak-anak membangun secara aktif dunia kognitif mereka sendiri,
sehingga informasi tidak dituangkan ke dalam pikiran mereka di lingkungan.
Piaget yakin bahwa anak-anak menyesuaikan pemikiran mereka untuk mencakup
gagasan-gagasan baru, karena informasi tambahan mempercepat pemahaman.
Dalam
pandangan Piaget, dua proses yang mendasari perkembangan dunia imdividu adalah
pengorganisasian dan penyesuaian. Untuk membuat dunia kita masuk akal, kita
mengorganisasikan dan menyesuaikan pengalaman-pengalaman dan gagasan-gagasan
kita. Menurut Piaaget, kita menyesuaikan diri dalam dua cara, yaitu asimilasi
dan akomodasi.
Asimilasi
terjadi ketika individu menggabungkan informasi baru ke dalam pengetahuan
mendalam yang sudah ada. Sedangkan akomodasi terjadi ketika individu
menyesuaikan diri dengan informasi baru. Piaget berpikir bahwa asimilasi dan
akomodasi berlangsung sejak kehidupan bayi yang masih sangat kecil.
Piaget
juga yakin bahwa manusia melampaui empat
tahap dalam memahami dunia. Masing-masing tahap terjadi dengan usia dan terdiri
dari cara berpikir atau berperilaku yang khas. Cara yang berbeda dalam memahami
dunialah yang menyebabkan suatu tahap lebih berkembang dibandingkan tahap yang
lain.menurut pandangan Piaget, mengrtahui lebih banyak informasi tidak
menyebabkan pemikiran anak lebih berkembang. Inilah yang dimaksud Piaget ketika
mengatakan bahwa kognisi anak berbeda secara kualitas pada suatu tahap
dibandingkan dengan tahap lain. Empat tahap perkembangan kognitif itu adalah
sensori-motorik (0-2 tahun), pra-operasional (2-7 tahun), operasional kongkrit
(7-11 tahun), dan operasional formal (11 tahun-dewasa).
(b)
Prinsip
teori belajar Vygotsky
Teori Vygotsky sekarang masih menjadi kekuatan yang
amat besar dalam kajian psikologi perkembangan didasarkan pada dua hal.
Pertama, ia mengemukakan bahwa perkembangan intelektual dapat dipahami hanya
bila ditinjau dari konteks historis dan budaya pengalaman individu. Kedua, ia
yakin bahwa perkembangan tergantung pada sistem-sistem isyarat (sign system). Sistem-sistem isyarat
membantu orang untuk berpikir, berkomunikasi, dan memecahkan masalah, misalnya
bahasa budaya, sistem penulisan atau sistem perhitungan. Vygotsly juga yakin
bahwa peroleh sistem-sistem isyarat itu terjadi dalam urutan langkah-langkah
yang tidak berubah atau sama pada semua anak.
Teori
Vygotsky mengatakan bahwa mendahului perkembangan. Pembelajaran melibatkan
perolehan isyarat melalui pengajaran dan informasi dari orang lain.
Internalisasi ini disebut pengaturan diri atau self-regulation.
(i)
Pengaturan diri (self-regulation)
Langkah
pertama dalam perkembangan pengaturan diri dan pemikiran mandiri adalah
mempelajari bahwa sesuatu hal memiliki makna. Langkah kedua dalam pengembangan
struktur-struktur internal dan pengaturan dirii melibatkan latihan atau pengulangan.
Sedangkan langkah terakhir adalah kemampuan menggunakan isyarat dan memecahkan
masalah tanpa bantuan orang lain. Pada titik ini, anak-anak menjadi mandiri
atau mengatur diri sendiri.
Suatu
mekanisme yang ditekankan Vygotsky untuk mengalihkan pengetahuan milik bersana
menjadi pengetahuan pribadi (internalisasi) adalah bercakap-cakap dengan diri
sendiri (private speech). Menurut
pandangan Vygotsky, anak-anak menggunakan private
speech ini untuk memandu perilaku mereka dalam memecahkan masalah.
Self-regulated learner (pebelajar
yang memiliki pengaturan diri yang baik) adalah seseorang yang memiliki
pengetahuan tentang strategi belajar efektif dan bagaimana serta kapan
menggunakan pengetahuan itu. Lebih dari itu, pebelajaran semacam itu termotivasi oleh belajar itu sendiri,
bukan hanya karena nilai atau motivator eksternal lain. Mereka juga mampu
menekuni tugas berjangka panjang hingga tugas itu terselesaikan.
(iii) Zona perkembangan terdekat (zone of proximal development)
Ide
pembelajaran sosial kontruktivisme modern telah digunakan untuk menunjang
metode pengajaran yang menekankan pada pembelajaran kooperatif, pembelajaran
berbasis proyek dan penemuan. Terdapat empat prinsip kunci yang diturunkan dari
teori Vygotsky yang memegang peran penting.
Pertama adalah penekanannya pada hakekat sosial dari pembelajaran. Vygotsky
menemukan bahwa siswa belajar melalui interaksi dengan orang dewasa dan teman
sebaya yang lebih mampu. Konsep kunci kedua
adalah ide bahwa siswa belajar konsep paling baik apabila konsep itu berada
dalam zona perkembangan terdekat (zone of proximal development)
mereka. Ketiga, adalah pemegangan
kognitif (Gardner,1991). Istilah ini mengacu pada proses dimana sesorang yang
sedang belajar secara tahap demi tahap memperoleh keahlian dalam interaksinya
dengan seorang pakar. Pakar itu bisa orang dewasa, orang yang lebih tua atau
teman sebaya yang menguasai permasalahannya. Konsep kunci keempat adalah siswa harus diberi tugas-tugas kompleks, sulit dan
brealistik dan kemudian diberikan bantuan secukupnya untuk menyelesaikan
tugas-tugas ini. Bantuan semacam ini disebut juga dengan scaffolding.
Zona
perkembangan terdekat adalah tingkat perkembangan yang berbeda sedikit di atas
tingkat perkembangan individu pada saat tertentu. Dalam teori ini dijelaskan
bahwa belajar terjadi pada saat anak-anak sedang bekerja di dalam zona
terdekat. Tugas-tugas di dalam zona ini adalah tugas-tugas yang tidak dilakukan
sendiri oleh anak melainkan dengan bantuan teman sebaya atau orang dewasa yang
lebih kompeten.
(ii) scaffolding
Scaffolding
adalah dukungan untuk belajar dan pemecahan masalah. Dukungan itu dapat berupa
petunjuk,peringatan,dorongan, memerinci masalah ke dalam langkah-langkah,
pemberian contoh, atau tindakan lain yang memungkinkan siswa tumbuh mandiri sebagai
pembelajaran. Scaffolding mengacu
pada bantuan yang diberikan oleh teman-teman sebaya atau orang dewasa yang
lebih kompeten.
(iii) implikasi dalam pengajaran
Teori
Vygotsky memiliki dua implikasi utama. Pertama adalah hasrat mewujudkan tatanan
pembelajaran kooperatif di antara kelompok-kelompok siswa dengan
tingkat-tingkat kemampuan yang berada. Kedua, pendekatan Vygotsky dalam belajar
menekankan pada penggunaan scaffolding,
akan tetapi siswa semakin lama semakin mengambil tanggung jawab untuk
pembelajarannya sendiri. Berdasarkan dua implikasi tersebut, maka
kegiatan-kegiatan kelas dapat diorganisasikan sebagai berikut.
1)
Pengajaran dilakukan untuk menyediakan
latihan pada bagian atas lapisan zona perkembangan terdekat bagi anak-anak.
2)
Kegiatan-kegiatan pembelajaran kooperatif
dapat direncanakan dengan kelompok-kelompok anak pada tingkat berbeda sehingga
dapat saling membantu.
3)
Scaffolding merupakan suatu taktik untuk
membantu siswa dalam zona perkembangan terdekatnya dimana orang dewasa memberi
petunjuk dan saran pada berbagai tindakan.
(c) Proses Top-Down
Pendekatan
kontruktivis dalam pengajaran lebih menekankan pada pengajaran top-down dari
pada bottom up. Top-down berarti siswa mulai dengan masalah-masalah yang
kompleks untuk di pecahkan dan selnjutnya memecahkan atau menemukan (dengan
bantuan guru) ketrampilan-ketrampilan dasar yang diperlukan. Pendekatan
pemrosesan top-down ini berlawanan dengan strategi bottom up tradisional dimana
ketrampilan-ketrampilan dasar secara bertahap dilatihkan untuk mewujudkan ketrampilan-ketrampilan
yang lebih kompleks, lengkap dan autentik. Pendekatan kontruktivis bekerja
dengan arah sebaliknya, di mulai dengan masalah (sering muncul dari siswa
sendiri) dan selanjutnya membantu siswa menyelesaikan bagaimana menemukkan
langkah-langkah memecahkan masalah tersebut. Pendekatan top-down artinya bahwa
tugas-tugas yang diberikan pada siswa bukan merupakan bagian atau
penyederhanaan dari tugas-tugas yang akhirnya diharapkan dapat dilakukan siswa,
melainkan merupakan tugas sebenarnya.
(d) Pembelajaran Kooperatif
Pendekatan
kontruktivis dalam pengajaran menerapkan pembelajaran kooperatif secara luas,
berdasarkan teori bahwa siswa lebih mudah menemukkan dan memahami konsep-konsep
yang sulit jika mereka sering mendiskusikan masalah tersebut dengan temannya.
Sekali lagi, penekanan pada hakikat social dalam belajar dan penggunaan
kelompok sejawat untuk memodelkan cara berfikir sesuai dan saling mengemukakan
dan menantang miskonsepsi-miskonsepsi diantara mereka sendiri merupakan unsur
kunci darikonsepsi piaget dan vigostsky tentang perubahan kognitif
(pontecorvo,1993)
(e) Generative learning
Banyak
strategi pengajaran yang digunakan dalam pendekatan konstruktivis dalam
pengajaran termasuk dibawah judul generative learning (Wittrock, 1996). Asumsi
sentral pendekatan kontruktivis adalah bahwa belajar itu ditemukan, meskipun
apabila kita menyampaikan sesuai kepada siswa, mereka harus melakukan operasi
mental dengan informasi itu untuk membuat informasi itu masuk ke dalam
pemahaman mereka. Strategi ini mengajarkan pada siswa metode-metode spesifik
melakukan kerja mental menangani informasi baru. Misalnya siswa telah berhasil
diajarkan untuk membuat pertanyaan-pertanyaan untuk diri mereka sendiri,
ikhtisar, dan analogi tentang materi yang telah mereka baca dan mengucap dengan
kata-kata sendiri apa yang telah mereka dengar. Kegiatan-kegiatan generatif ini
telah memberikan sumbangan kepada hasil belajar dan ingatan siswa (Roseshine
& Chapman, 1992)
5. Belajar tuntas (mastery learning)
Sistem
belajar tuntas (mastery learning) merupakan suatu pola pengajaran terstruktur
yang bertujuan untuk mengadaptasipengajaran klasikal dengan memberi perhatian
pada perbedaan-perbedaan antar siswa, terutama menyangkut laju kemajuan atau
kecepatan dalam belajar. Menurut Bloom (1971), seharusnya peserta didik harus
menguasai 90% dari apa yang diajarkan mereka. Berikut adalah garis besar
strategi belajar tuntas menurut Bloom :
1.
pelajaran terbagi atas unit-unit kecil untuk
satu atau dua minggu pelajaran
2.
bagi masing-masing unit, tujuan
intruksional dirumuskan dengan jelas
3.
tugas belajar dalam masing-masing unit
diajarkan dengan pengajaran kelompok regular
4.
pada tiap-tiap akhir unit belajar
diselenggarakan tes-tes diagnotis (formative test) untuk menentukan apakah
murid-murid telah menguasai unit belajar. Jika belum maka pendidik harus
mengetahui apa yang dikuasai oleh murid dan memberikan tugas tambahan yang
harus dikerjakan murid
5.
untuk mengatasi kelemahan-kelemahan
belajar, dapat dipakai prosedur-prosedur: belajar kelompok dalam kelompok-kelompok
kecil, membaca kembali bagian-bagian tertentu, menggunakkan bahan-bahan
terprogram dan bantuan audio-visual, serta penambahan waktu belajar. Setelah
itu dapat diadakan waktu retesting. Bila unit-unit terselesaikan, suatu tes
akhir (summative test) dapat diselenggarakkan untuk menentukkan nilai pelajaran
akhir.
Strategi
Bloom ini berbeda dari bentuk pengajaran lain karena
menekankan
pada penguasaaan unit-unit belajar kecil, penggunaan tes diagnostic, serta
prosedur-prosedur korektif untuk mengatasi kesulitan belajar murid. Bloom juga
mengemukakan bahwa program belajar tuntas mengembangkan minat dan sikap
positive murid terhadap mata pelajaran.
Menurut
John B. Caroll, belajar tuntas dipengaruhi oleh factor-faktor sebagai berikut.
a. jumlah
waktu yang disediakan, yaitu merujuk pada berapa lama suatu proses belajar
berlangsung.
b. Ketekunan
siswa, yaitu merujuk pada komitmen dan perhatian yang diberikan siswa pada
suatu pelajaran. Factor ini memegang peranan penting dalam penguasaan materi
sebab keberhasilan siswa dalam menguasai materi ditentukan pula oleh
kemampuannya menyelesaikan tugas-tugas yang diberikan.
c. Jumlah
waktu berdasarkan kemampuan siswa untuk menyerap materi pelajaran. siswa yang
satu dan yang lain mungkin berbeda dalam hal kemampuan menyerap materi
pelajaran, sehingga bisa jadi kemajuan siswa yang satu tidak sama dengan siswa
yang lain. Dalam system beljar tuntas, pendidik harus memperhatikan
masing-masing laju kemajuan atau kecepatan peserta didiknya dan mengambil
langkah-langkah pengajaran yang sesui ubtuk membantu peserta didik yang
kemajuan belajarnya lebih lambat dibandingkan yang lain.
d. Taraf
materi pelajaran yang diberikan. Semakin sulit materi pelajaran, baik pendidik
maupun pembelajar memerlukan komitmen dan perhatian yang lebih terhadap proses
belajar.
e. Kualitas
pengajaran, yaitu merujuk pada kemampuan pengajar untuk memberuikan metode
pengajaran yang sesuai dengan materi dan tingkat kesulitan sehingga siswa dapat
menerima materi dengan baik. Kualitas pengajaran juga merujuk pada kemampuan
evaluasi pengajar mengenai metode pengajarnnya sendiri.
f. Kemampuan
siswa dalam mengikuti intruksi verbal. Adapun tingkat penguasaaan siswa dapat
dihitung dengan rumus berikut:
Tingkat penguasaan = waktu yang digunakkan :
waktu yang tersedia
Waktu yang tersedia merujuk pada berapa
lama suatu proses belajar berlangsung. Misalnya untuk 2 SKS perkuliahan sama
artinya dengan 2 x 50 menit pertemuan tatap muka. Maka waktu yang tersedia
untuk perkuliahan adalah 100 menit. Sedangkan waktu yang digunakkan merujuk
pada komitmen dan perhatian yang diberikan individu untuk belajar. Jadi, jika
dari 100 menit waktu yang tersedia untuk proses belajar, seorang pembelajar
harus menyediakan 50 menit untuk komitmen dan perhatian penuh terhadap
pelajaran itu maka tingkat penguasaan siswa tersebut dapat dihitung dengan
rumus diatas. 50 : 100 = 0,5 atau 50%
Dengan demikian system belajar tuntas
memberikan implikasi sangat jelas di dalam proses pembelajaran, yaitu :
a. seorang
pendidik harus menetapkan dengan tegas mengenai tujuan-tujuan intruksional. Hal
ini berkaitan dengan penilaian atau evaluasi yang dibutuhkan untuk menentukan
apakah pembelajar atau siswa telah mencapai tingkat penguasaan yang ditetapkan.
b. Di
dalam system belajar tuntas, materi “yang berikutnya” tidak diberikan sebelum
materi “yang berikutnya” telah dikuasai dengan baik oleh siswa atau pembelajar
sesuai dengan tingkat penguasaan yang telah ditentukan.
c. Pendidik
perlu melakukan testing formatif secara berkala dan kontinyu. Hal ini penting
untuk mengetahui laju kemajuan tiap-tiap siswa, sehingga bagi siswa-siswa yang
mengalami kemajuan yang lebih lambat dibandingkan siswa lain dapat segera
ditangani dengan langkah-langkah pengajaran yang diperlukan, misalnya pemberian
remedial teaching ataupun bimbingan belajar.
C.
HUMANISTIK
Perspektif
humanistik terutama tertarik untuk melihat bagaimana tiap-tiap individu
dipengaruhi dan dibimbing oleh tujuan-tujuan subyektif mereka sendiri, serta
bagaimana mereka menginterpretasikan pengalaman-pengalaman pribadi mereka. Setiap
individu memiliki kerangka piker (frame of reference) yang unik dan subyektif
dalam memaknai fenomena disekeliling mereka. Tujuan utama para pendidik dalam
pandangan humanistic adalah membantu masing-masing individu untuk mengenal diri
mereka sendiri sebagai manusia yang unik dan membantunya dalam mewujudkan
potensi-potensi yang ada pada diri mereka.
Perspektif humanistik berbeda dari
pandangan behavioristik dengan cara yang sangat bertolak belakang, yaitu
bagaimana keduanya memandang keberdayaan individu dalam membuat pilihan-pilihan
dalam hidupnya (fredoom determination issue). Behavioristik memandang manusia
sebagai makhluk reaktif yang semata-mata memberi respon terhadap lingkungan.
Pengalaman dan pemeliharaan, yang disertai penguatan akan membentuk prilaku.
Manusia dipandang sederhana, perilakunya dapat diprediksi dan dikontrol dengan
menerapkan hukum umum perilaku yang diperoleh dari eksperimen dengan mengamati
prilaku hewan. Sedangkan pandangan humanistik berpandang sebaliknya, bahwa
manusia pada dasarnya memiliki kekuatan untuk membuat pilihan-pilihan mereka
sendiri. Mereka dipandang unik bahwa setiap pengalaman atau fenomena memiliki
makna yang berberbeda-beda bagi tiap individu tergantung pada bagaimana mereka
membri makna pada peristiwa tersebut.
Ahli-ahli teori humanistik menunjukkan
bahwa:
1. tingkah
laku individu pada mulanya ditentukan oleh bagaimana mereka merasakan dirinya
sendiri dan dunia sekitarnya,
2. individu
bukanlah satu-satunya hasil dari lingkungan mereka seperti yang di katakana oleh
ahli teori tingkah laku, melainkan langsung dari dalam, bebas memilih
dimotivasi oleh keinginan untuk aktualisasi diri, atau memenuhi potensi
keunikan mereka sebagai manusia.
Meninjau pandangan tokoh humanistik :
1.
Arthur
Combs
Combs memandang bahwa pendidik seharusnya
memperhatikan pendidikan lebih responsif terhadap kebutuhan kasih sayang
(affective) siswa. Kebutuhan afektif adalah kebutuhan yang berhubungan
dengan emosi, perasaan, nilai, sikap, predisposisi, dan moral.
Kebutuhan-kebutuhan ini diuraikan oleh Combs (1981) sebagai tujuan pendidik humanistik, yaitu:
1. menerima
kebutuhan-kebutuhan dan tujuan siswa serta menciptakan pengalaman dan program
untuk perkembangan keunikan potensi siswa
2. memudahkan
aktualisasi diri siswa dan perasaan diri mampu
3. memperkuat
perolehan ketrampilan dasar (akademik, pribadi, antar pribadi, komunikasi, dan
ekonomi)
4. memutuskan
pendidikan dan penerapannya secara pribadi
5. mengenal
pentingnya perasaan manusia, nilai dan persepsi dalam proses pendidikan
6. mengembangkan
suasana belajar yang menantang dan bisa dimengerti, mendukung, menyenangkan,
serta bebas dari ancaman
7. mengembangkan
siswa dengan ketulusan, respek, dan menghargai orang lain, dan terampil dalam
menyelesaikan konflik.
2.
Carl
Rogers
Di dalam bukunya freedom to learn ia menunjukkan sejumlah prinsip-prinsip belajar
humanistik yang penting diantaranya adalah sebagai berikut :
1. manusia
memiliki kemampuan untuk belajar secara alami
2. belajar
yang signifikan terjadi apabila subject
matter dirasakan murid memiliki relevansi dengan maksud-maksudnya sendiri
3. belajar
yang menyangkut suatu perubahan di dalam persepsi mengenai dirinya sendiri
dianggap mengancam dan cenderung untuk ditolak
4. tugas
belajar yang mengancap diri adalah lebih mudah dirasakan dan diasimilasikan
apabila ancaman-ancaman dari luar semakin kecil
5. apabila
ancaman terhadap diri siswa rendah, pengalaman dapat diperoleh dengan berbagai
cara yang berbeda-beda dan terjadilah proses belajar.
6. belajar
yang bermakna diperoleh siswa dengan melakukannya
7. belajar
diperlancar apabila siswa dilibatkan dalam proses belajar dan ikut
bertanggungjawab terhadap proses belajar itu
8. belajar
atas inisiatif sendiri yang melibatkan pribadi siswa seutuhnya, baik perasaan
maupun intelek, merupakan cara yang dapat memberikan hasil yang mendalam dan lestari
9. kepercayaan
diri, kemerdekaan, dan kreativitas, lebih mudah dicapai jika siswa dibiasakan
untuk mawas diri dan mengkritik dirinya sendiri dan menilai diri orang lain
merupakan cara kedua yang penting
10. belajar
yang paling berguna secara social didalam dunia modern ini adalah belajar
mengenai proses belajar, suatu keterbukaan yang terus-menerus terhadap
pengalaman dan penyatuannya kedalam dirinya sendiri mengenai proses perubahan
itu.
C. P E N U T
U P
·
KESIMPULAN
Proses belajar mengajar yang
terjadi di lingkungan sekolah maupun luar sekolah tidak serta merrta dapat
dilaksanakan sesuai rencana. Seorang pendidik harus bisa menguasai kondisi anak
didiknya, tau posisi anak didik apakah pada saat itu anak didik berada pada
garis alfa atau berada pada garis beta. Dalam melaksanakan proses belajar
mengajar perlu dilakukan berbagai metode yang sesuai dengan kondisi dan
kemampuan anak didik tersebut agar anak didik bisa mencapai hasil yang sesuai.
Oleh karena itu metode-metode belajar harus dilaksanakan sesuai kebutuhan anak
didik agar semua peserta didik dapat mencapai hasil belajar yang sesuai.
·
SARAN
Dari teori-teori belajar
yang telah diungkapkan diatas diharapkan para pendidik dapat menggunakan
teori-teori belajar tersebut sebagai acuan dalam melaksanakan proses
pembelajaran yang lebih baik.
DAFTAR PUSTAKA
Nursalim, muchamad,M.Si (2007).psikologi
pendidikan.surabaya:unesa university press
Dakir. 1993. Dasar
–dasar psikologi. Yogyakarta: Pustaka pelajar.
DePorter, Bobbi, dan
Mike Hermacki, 1999. Quantum Learning. Bandung, Kaiffa.
Skinner, B.F. 2002. Operant
Conditioning. B. F. Skinner Foundation. All Rights Reserved,
Soekamto, Toeti. 1986. Teori
belajar dalam sistem instruksional. Makalah disampaikan pada pelatihan
sistem instruksional di Pustekkom Dikbud (sekarang Diknas), kerja sama dengan
UT Jakarta.
Yusup, Pawit M. 2003. homepage
Pawit MY. Biografi, makalah, modul kuliah, dll. Alamat: http://bdg.centrin.net.id/~pawitmy/
Tim Penyusun Buku
Psikologi Pendidikan. 2006. Psikologi Pendidikan. Yogyakarta: FIP.
Tim Penyusun Buku
Psikologi Pendidikan. 2006. Psikologi Pendidikan. Yogyakarta: UNY Press.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar