Minggu, 01 April 2012

Makalah Psikologi Pendidikan (PSIKOPEND)

                                              MAKALAH PSIKOLOGI PENDIDIKAN (PSIKOPEND)


A) PENDAHULUAN
(1) Latar belakang
Dalam kegiatan belajar mengajar, dibutuhkan beberapa metode yang harus diketahui oleh para pendidik. Metode-metode itu sangat diperlukan karena pada saat proses belajar mengajar setiap peserta didik memiliki kemampuan yang berbeda untuk memahami materi pembelajaran yang disampaikan oleh pendidik.
Suatu misal seorang anak yang memiliki kemampuan di bidang akademik biasanya akan lebih mudah dalam menyerap materi yang diberikan oleh pendidik dibandingkan dengan anak yang kurang memiliki kemampuan akademik. ini mewajibkan seorang pendidik mampu menguasai teori belajar yang seseuai dengan anak didiknya. Teori-teori ini memiliki beberapa aliran yang berbeda dalam penekanan proses belajar. Terdapat tiga aliran besar dalam teori belajar, diantaranya yaitu behaviorisme, kognitif dan humanistik.
(2)  Rumusan masalah
a.    Mengungkapkan tujuan teori behaviorisme, kognitif, dan humanistik.
b.    Menjelaskan arti atau definisi teori-teori belajar.
c.      Bagaimana upaya memgoptimalkan kualitas pendidik dengan teori-teori    belajar yang sesuai.
(3) Tujuan
a.   Memahami teori-teori belajar.
b.   Dapat mengetahui teori belajar secara psikologi.
c.    Dapat menerapkan dalam proses belajar mengajar.
(4) Manfaat
a. Untuk memahami teori belajar.
b. Untuk mengetahui teori belajar secara psikologi.
c. Agar dapat diterapkan dalam kehidupan sehari-hari

.
B) PEMBAHASAN
a.     BEHAVIORISME
Teori belajar behavioristik adalah sebuah teori yang dicetuskan oleh Gage dan Berliner tentang perubahan tingkah laku sebagai hasil dari pengalaman [1].
Teori ini lalu berkembang menjadi aliran psikologi belajar yang berpengaruh terhadap arah pengembangan teori dan praktik pendidikan dan pembelajaran yang dikenal sebagai aliran behavioristik. Aliran ini menekankan pada terbentuknya perilaku yang tampak sebagai hasil belajar.
Teori behavioristik dengan model hubungan stimulus-responnya, mendudukkan orang yang belajar sebagai individu yang pasif. Respon atau perilaku tertentu dengan menggunakan metode pelatihan atau pembiasaan semata. Munculnya perilaku akan semakin kuat bila diberikan penguatan dan akan menghilang bila dikenai hukuman.
Belajar merupakan akibat adanya interaksi antara stimulus dan respon (Slavin, 2000:143). Seseorang dianggap telah belajar sesuatu jika dia dapat menunjukkan perubahan perilakunya. Menurut teori ini dalam belajar yang penting adalah input yang berupa stimulus dan output yang berupa respon. Stimulus adalah apa saja yang diberikan guru kepada pebelajar, sedangkan respon berupa reaksi atau tanggapan pebelajar terhadap stimulus yang diberikan oleh guru tersebut. Proses yang terjadi antara stimulus dan respon tidak penting untuk diperhatikan karena tidak dapat diamati dan tidak dapat diukur. Yang dapat diamati adalah stimulus dan respon, oleh karena itu apa yang diberikan oleh guru (stimulus) dan apa yang diterima oleh pebelajar (respon) harus dapat diamati dan diukur. Teori ini mengutamakan pengukuran, sebab pengukuran merupakan suatu hal penting untuk melihat terjadi atau tidaknya perubahan tingkah laku tersebut.
Faktor lain yang dianggap penting oleh aliran behavioristik adalah faktor penguatan (reinforcement). Bila penguatan ditambahkan (positive reinforcement) maka respon akan semakin kuat. Begitu pula bila respon dikurangi/dihilangkan (negative reinforcement) maka respon juga semakin kuat.
Beberapa prinsip dalam teori belajar behavioristik, meliputi: (1) Reinforcement and Punishment; (2) Primary and Secondary Reinforcement; (3) Schedules of Reinforcement; (4) Contingency Management; (5) Stimulus Control in Operant Learning; (6) The Elimination of Responses (Gage, Berliner, 1984).
Tokoh-tokoh aliran behavioristik di antaranya adalah Thorndike, Watson, Clark Hull, Edwin Guthrie, dan Skinner. Berikut akan dibahas karya-karya para tokoh aliran behavioristik dan analisis serta peranannya dalam pembelajaran
1.    Teori Pavlov
Teori Pavlov merupakan salah satu bentuk belajar responden. Dalam belajar seperti ini suatu respon dikeluarkan suatu stimulus yang telah dikenal. Dalam teori ini, Pavlov melakukan suatu eksperimen dengan mempelajari proses pencernaan pada anjing. Selama penelitian mengamati perubahan waktu dan tingkat kecepatan pengeluaran air liur dari binatang(anjing) tersebut.
Seekor anjing diberi serbuk daging, dan ketika makan mengeluarkan air liurnya. Serbuk daging disebut stimulus tidak terkondisi(US) dan tindakan mengeluarkan air liur disebut respon tidak terkondisi(UR). Terjadinya respon terhadap stimulus ini tidak merupakan belajar, tetapi terjadi secara instingtif
Sekarang lampu kita hidupkan ditempat anjing itu, menghidupkan lampu mempunyai efek yang minimal terhadap keluarnya air liur itu. Kemudian kita nyalakan lmpu tepat sebelum memberikan serbuk daging itu pada anjing(US). Jika hal ini kita lakukan beberapa kali dan kemudian pada suatu percobaan tanpa memberikn serbuk daging. Kita lihat respon mengeluarkan air liur. Cahaya yang sebelumnya merupakan stimulus terkondisi/conditioned respon(CS) dan respon yang ditimbulkan disebut terkondisi/conditioned respon(CR).





R tidak dipelajari
Diagram teori belajar Pavlov
1)   
Saliva
S
Tidak keluar Saliva
Makanan
2)   
S1 bersifat netral
S1
R belum terjadi belajar
Bunyi bel
3)    S1+S
R
 
4)    S1+S
-----------------------------------  diulang-ulang
5)   
R=(CR)
S1

Makna belajar telah terjadi perubahan tingkah laku, jadi telah terjadi proses belajar. Anjing tahu bahwa sinyal tertentu sebagai tanda hadirnya makanan dan reflek ar liur anjing timbul (keluar saliva anjing tadi). Penajjaran S dengan S1 paling baik berjarak setengah detik.
Sekarang, marilah kita lihat penerapan teori Pavlov dalam pembelajaran. Seorang siswa bernama Maya pertama kali masuk sekolah guru menerimanya dengan senyuman dan pujian. Belum dua minggu berlalu Maya minta diantarkan ke sekolah lebih pagi sambil berkata pada ibunya bahwa ia akan menjadi guru jika besar nanti. Dari fragmen diatas melukiskan adanya belajar responden dimana senyum dan pujian guru dapat ditafsirkan sebagai  stimulus tidak terkondisi. Tindakan guru ini menimbulkan sesuatu dalam diri Maya yaitu suatu perasaan yang menyenangkan dan dapat ditafsirkan sebagai respon tak terkondisi guru dan sekolah yang sebelumnya itu netral, yaitu stimulus terkondisi. Terasosiasi dengan stimulasi tak terkondisi dan segera menimbulkan perasaan menyenangkan yang sama.
Dalam situasi yang dikemukakan diatas perilaku berubah sebagai hasil suatu pengalaman. Jadi situasi ini sesuai dengan definisi belajar yang sederhana yang telah dikemukakan terdahulu.
Sumbangan Pavlov yang lain dalam belajar adalah teori refleksi bersyarat yang banyak dicoba pada beberapa anak dan fungsinya adalah sebagai berikut :
a)    Membentuk kebiasaan pada anak agar selalu membiasakan kebersihan, krapian, kesehatan, kejujuran, dan sebagainya. Pembiasaan itu mudah dan lebih dilakukan sejak masih dini , sebab setelah dewasa kebiasaan akan terbentuk dan akan sukar dihapus bahkan sering dianggap kodrat.
b)    Untuk menghapuskan kebiasaan-kebiasaan yang buruk dan mengurangi rasa takut pada anak-anak. Misalnya anak kecil yang biasanya bangun pagi terlambat/kesiangan dapat dihapus dengan bangun pagi pada jam 05.30.
c)    Teori persyaratan dapat membentuk sikap-sikap baik terhadap aktivitas belajar pada siswa.
d)    Teori persyaratan dapat juga dipakai dalam psikoterapi, misalnya untuk menghilangkan rasa takut, mmalu, penyesuaian yang salah, agresif,tamak dan sebagainya.

2.    Teori thorndike
Thorndike menggambarkan proses belajar sebagai proses pemecahan maslaah (problem solving). Dalam penyelidikannya tentang proses belajar, pelajar harus diberi persoalan, dalam hal itu Thorndike melakukan eksperimen dengan sebuah puzzlebox. Sebagai percobaan dengan seekor kucing sebagai subyek percobaannya, lapar sebagai motif, makanan sebagai rangsangannya dan keluar kurungan sebagai masalahnya.
Seekor kucing dimaksudkan dan dibiarkan lapar tidak diberi makanan sampai beberapa hari. Sementara itu pintu keluar dari kurungan dikunci dengan suatu alat sedemikian rupa sehingga apabila tali pengunci ditarik pintu dapat terbuka. Makanan diletakkan diluar kurungan dimana kucing yang lapar terpaksa harus belajar untuk keluar dengan menarik tali pengikat kunci sehingga mendapat makanan. Dengan bermacam-macam perbuatan akhirnya suatu ketika tali pengikat kunci tertarik sehingga pintu terbuka dan larilah kucing tersebut keluar untuk mendapatkan makanan. Percobaan ini dilakukan berulang-ulang dan ternyta semakin dicoba berulang kali semakin pendek jarak waktu antara pemberian masalah dengan pemecahannya.
Diagram Teori Belajar Thorndike
Ø  Kunci dalam sangkar melihat S berupa daging sebagai hadiah
Ø  R1, R2, … R7 adalah si kucnig yang mencoba keluar sangkar untuk menerkam daging S tapi gagal
Ø  Rn menginjak grendel pintu sangkar secara tidak sengaja maka pintu terbuka dan kucing keluar mencapai S berupa daging dan dimakannya.
Atas dasar percobaan diatas Thordike mengemukakan beberapa hukum belajar. Thordike membedakan ada 3 hukum pokok dan 6 hukum tambahan. Adapun 3 hukum pokok tersebut antara lain sebagai berikut :
a.    Hukum Kesiapan
Disini ada 3 macam keadaan yang menunjukkan perlakukan hukum kesiapan, yaitu :
a.    Apabila pada individu/seseorang ada terdeteksi atau kecenderungan bertindak, maka melakukan tindakan tersebut akan menimbulkan kesiapan dan menyebabkan individu tadi tidak akan melakukan tindakan-tindakan yang lain.
b.    Apabila pada individu ada terdeteksi bergerak tetapi tidak melakukan tindakan tersebut, maka akan menimbulkan rasa tidak puas. Oleh karena itu individu tadi akan melakukan tindakan-tindakan lain untuk mengeliminasi atau menghapus ketidakpuasan tadi.
c.    Apabila individu tidak ada tendensi bertindak, maka melakukan tindakan akan menimbulkan ketidakpuasan. Oleh karena itu individu melakukan tindakan-tindakan lain untuk mengeliminasi atau menghapus ketidakpuasan tadi.
Implikasi hukum kesepian dalam pendidikan adalah :
a.    Sebelum guru dalam kelas mulai mengajar maka anak-anak disiapkan mentalnya terlebih dahulu. Misalnya anak disuruh duduk yang rapi, tenang dan sebagainya.
b.    Penggunaan tes bakat sangat membantu untuk menyalurkan bakat anak. Sebab mendidik sesuai dengan bakatnya akan lebih lancar dibandingkan dengan bila tidak berbakat.
b.    Hukum Latihan
Hukum latihan akan menyebabkan makin kuat atau makin lemah hubungan S-R. kurang latihan akan makin melemahkan hubungan S-R. hukum ini sebenarnya tercermin dalam perkataan repitio est meter studiorum atau practice makes perfect. Penggunaan hukum latihan dalam proses belajar mengajar adalah prinsip ulangan, misalnya :
a.    Memberi keterampilan kepada para siswa agar sering atau makin banyak menggunakan pengetahuan yang telah diperolehnya.
b.    Diadakan latihan resitasi dan bahan-bahan yang dipelajari.
c.    Diadakan ulangan-ulangan yang teratur dan bahkan dengan ulangan yang ketat atau system drill, ini akan memperkuat hubungan S-R.
c.    Hukum Efek
hukum efek merujuk  pada makin kuat atau lemahnya hubungan S-R sebagai akibat dari tindakan yang dilakukan. Rumusan tingkat hukum efek adalah, bahwa suatu tindakan yang disertai hasil menyenangkan cenderung untuk dipertahankan dan pada waktu lain akan diulangi, sebaiknya suatu tindakan yang tidak menyenangkan cenderung untuk ditingalkan dan tidak diulang lagi. Jadi hukum efek menunjukkan bagaimana pengaruh hasil suatu tindakan bagi perbuatan serupa.
Implikasi hukum efek dalam pendidikan adalah sebagai berikut :
a.    Suatlah pengalaman, situasi kelas atau kampus sedemikian rupa sehingga menyenangkan bagi para siswa atau mahasiswa, guru, maupun karyawan sekolah. Penghuni sekolah merasa puas, aman,dan mereka senang pada tugasnya masing-masing.
b.    Buatlah bahan-bahan pengajaran yang relevan dengan kehidupan sehari-hari, sehingga lebih dapat diterima atai dimengerti.
c.    Tugas-tugas sekolah diatur dengan tahap-tahap pencapaian hasilnya dan memberi keyakinan bagi para pelajar, guru, maupun petugas lainnya.
d.    Tugas-tugas sekolah ditata dengan tahap-tahap kesuarannya sehingga para siswa dapat maju tanpa mengalami kegagalan.
e.    Bahan-bahan pelajaran dan metode pengajaran diberikan dengan variasi agar pengalaman-pengalaman belajar mengajar menjadi segar dan menyenangkan, tidak menjemukan.
f.     Bimbingan, pemberian hadiah, pujian, bahkan bil aperlu hukuman tentulah akan dapat memberi motivasi proses belajar mengajar.


3.    Teori skinner
B.F. Skinner adalah tokoh behaviorisme yang mengembangkan teori belajar yang dikenal dengan operant conditioning. Dalam behaviorisme Skinner pikiran, kesadaran, maupun ketidaksadaran, tidak diperlukan untuk menjelaskan perilaku dan perkembangan. Bagi skinner, perkembangan adalah perilaku, sehingga untuk mempelajari perkembangan atau perubahan individu cukup dengan melihat pada perubahan tingkah lakunya saja.
Pengkondisian operaen adalah suatu bentuk behaviorisme deskripsi, yang berusaha menegakkan hukum tingkah laku melalui studi mengenai belajar secara operan. Belajar secara operan itu sendiri dapat diartikan sebagai belajar dengan menggunakan konsekuen yang menyenangkan dan tidak menyenangkan dalam mengubah tingkah laku, sehingga jelaslah bahwa Skinner memandang reinforcement (penguatan) sebagai unsur yang paling penting dalam proses belajar. Penemuan Skinner ini menekankan pada hubungan antara tingkah laku dan konsekuensinya. Contoh, apabila tingkah laku individu segera diikuti oleh konsekuensi yang menyenangkan (mendapat pujian, hadiah, dll), maka individu akan menggunakan atau mengulangi tingkah laku itu lagi sesering mungkin.
Apabila konsekuensi menyenangkan akan memperkuat tingkah laku, maka konsekuensi yangtidka menyenangkan akan memperlemah tingkah laku. Adapun pembentukan tingkah laku dalam operan conditioning antara lain sebagai berikut :
1.    Mengindentifikasi hal-hal yang merupakan reinforcement bagi tingkah laku yang akan dibentuk itu.
2.    Melakukan analisis untuk mengidentifikasi aspek-aspek kecil yang membentuk tingkah laku yang dimaksud. Aspek-aspek tadi diurutkan untuk menuju terbentuknya tingkah laku yang dimaksud
3.    Dengan mempergunakan secara urut aspek-aspek itu sebagai tujuan sementara, kemudia diidentifikasikan reinforce untuk msing-masing aspek atau komponen itu.
4.    Melakukan pembentukan tingkah laku dengan menggunakan urutan pembentukan tingkah laku dengan menggunakan urutan aspek-aspek yang telah disusun itu, setelah aspek pertama selesai dilakukan, maka diberikan hadiah atau reinforce diberikan, hal ini akan mengakibatkan aspek itu sering dilakukan. Kalau itu sudah terbentuk, dilakukan aspek kedua dan diberi hadiah, dan seterusnya terhadap aspek-aspek lain sampai seluruh tingkah laku yang diharapkan akan terbentuk.
Dasar operant conditioning dalam pengajaran adalah untuk memastikan respon terhadap stimuli. Guru berperan penting dikelas, dengan mengontrol langsung kegiatan belajar siswa. Mereka yang harus pertama-tama menentukan logika yang penting agar menyampaikan materi pelajaran dengan langkah-langkah dan kemudian memberikan reinforcement segera sesudah siswa merespon. Saran kepada guru, perbaikilah kemampuan untuk memberi penguat pada siswa, misalnya dengan megnembalikan dan mendiskusikan pekerjaan siswa setelah diperiksa dan dinilai sesegerea mungkin dan menanyakan kepada siswa secara teratur dan memuji, memberi hadiah atau reward bagi jawaban yang benar, melihat pekerjaan siswa dan mencoba memperkuat semua tingkah laku yang menghasilkan perkembangan sikap yang baik terhadap belajar.

b.    KOGNITIF DAN OBSERVATIONAL LEARNING-BANDURA
Ahli-ahli teori kognitif berpendapat bahwa belajar adalah hasil dari usaha kit auntuk dapat mengerti dunia. Untuk melakukan ini, kita menggunakan semua modalitas mental kita. Misalnya, kita berpikir tentang situasi, sama saja artinya kita berpikir tentang kepercayaan, harapan, dan perasaan kita yang akan mempengaruhi bagaimana dan apa yang kita pelajari. Pandangan ini melihat belaar sebagai sesuatu yang aktif. Mereka berinisiatif mencari pengalaman untuk belajar mencari informasi untuk menyelesaikan masalah, mengatur kembali, dan mengorganisasi apa yang telah mereka ketahui untuk mencapai pelajaran baru. Meskipun secara pasif dipengaruhi oleh lingkungan, orang akan aktif memilih, memutuskan, mempraktikkan, memperhatikan, mengabaikan dan membuat banyak respon lain untuk mengejar tujuan. Satu hal paling penting yang mempengaruhi dalam proses ini adalah apa yang individu pikirkan dalam situasi belajar. Ahli-ahli psikologi kognitif menjadi lebh berminat dalam pernan pengetahuan dalam belajar. Apa yang telah kita ketahui menentukan seberapa luasnya apa yang kita pelajari, yang kita ingat, dan yang kita lupakan.
Berikut ini marilah kita cermati satu persatu beberapa tokoh besar dalam aliran kognitif.
1.  Teori observasional learning (albert bandura)
Teori dari albert bandura merupakan perluasan wawasan teori kognitif sosial dimana proses-proses kognitif tersebut tidak dapat diamati secara langsung, seperti harapan, pikiran dan kekayaan. Bandura membedakan perolehan pengetahuan (belajar) dan kinerja yang teramati berdasarkan pengetahuan tersebut (perilaku). Denngan kata lain, Bandura berpendapat bahwa apa yamg kita ketahui dapat lebih banyak dari apa yang dapat kita perhatikan. Siswa dapat memahami bagaimana menyederhanakan pecahan namun menunjukan kinerja yang jelek pada saat tes karena ia gugup atau sakit atau salah membaca soal. Sementara siswa yang lain bisa saja telah memahami suatu materi namun pemahaman ini dapat tidak terdemonstrasikan sampai situasi memungkinkan. Oleh karena itu, dalam teori kognitif sosial, faktor internal dan eksternal sangat penting. Segala sesuatu yang terjadi di lingkungan sekitar disebut faktor pribadi seperti berfikir dan motivasi, sementara perilaku dipandang saling berinteraksi, masing-masing faktor saling mempengaruhi dalam proses pembelajaran. Bandura menamakan interaksi ini sebagai kekuatan reciprocal determinism.
Suatu faktor yang terabaikan oleh perilaku tradisional adalah fakta adanya pengaruh yang amat kuat yang dimiliki dari pemodelan dan pengimitasian pada proses belajar. Orang dan binatang dapat belajar hanya dengan mengamati orang lain atau binatang lain.
a.    Belajar dengan Megamati Orang  Lain
Ada dua  jenis pembelajaran melalui pengamatan atau observasional learning. Pertama pembelajaran melalui pengamatan dapat terjadi melalui kondisi yang diamati oleh orang lain atau vicarious conditioning. Ini terjadi apabila seorang siswa melihat siswa lain dipuji atau ditegur karena melakukan perbuatan tertentu dan kemudian siswa lain melihat hal itu memodifikasi perilakunya seolah-olah ia sendiri yang telah menerima pujian atau teguran itu. Sebagai misal seorang guru memuji dua siswa yang membuat ilustrasi yang menarik pada tugas makalahnya, sejumlah siswa lain yang memperhatikan pujian itu dapat meniru perbuatan anak itu sehingga tugas makalanhnya menjadi lebih baik pada waktu yang akan datang.
Kedua, jenis pembelajaran yang melalui pengamatan meniru perilaku suatu model meskipun model itu tidak mendapatkan penguatan atau pelemahan pada saat pengamatan itu sedang memperhatikan. Model tidak harus diperankan secara langsung terapi dapat menggunakan seorang pemeran atau visualisasi tiruan sebagai model.
b.    Elemen Pembelajaran Melalui Pengamatan
Menurut Bandura  (1986) ada empat elemen penting  yang perlu diperhatikan dalam pembelajaran melalui pengamatan. Keempat elemen itu adalah etensi, retensi, produksi, dan motivasi untuk mengulangi perilaku yang dipelajari itu.
a.         Atensi, sesorang harus menaruh perhatian (atensi) supaya dapat belajar melalui pengamatan. Seseorang khususnya menaruh perhatian kepada orang yang menarik, populer, kompeten, atau dikagumi.
b.       Retensi, agar dapat meniru perilaku suatu model seorang siswa harus mengingat perilaku itu. Pada fase retensi teori pembelajaran melalui pengamatan ini , latihan sangat membantu siswa untuk mengingat elemen-elemen perilaku yang dikehendaki sebagai misal urutan langkah-langkah suatu pekerjaan.
c.     Produksi, suatu proses pembelajaran dengan memberikan latihan-latihan agar membantu siswa lancar dan ahli dalam menguasai materi pembelajaran. Pada fase ini dapat mempengaruhi terhadap motifasi siswa dalam menunjukkan kinerjanya.
d.    Motivasi dan penguatan. Suatu cara agar dapat mendorong kinerja dan mempertahankan tetap dilakukanya keterampilan yang baru diperoleh dengan memberikan pengetahuan  (bisa berupaya nilai dan penghargaan/insentif).
Melalui pembelajaran dengan pengamatan orang dapat mengembangkan reaksi emosional terhadap situasi yang mereka sendiri belum pernah mengalaminya.

2.         Teori discovery learning (jerome s. bruner)
Jerome S. Bruner adalah seorang ahli perkembangan dan ahli psikologi belajar kognitif. Bruner tidak mengembangkan suatu teori belajar yang sistematis, dimana manusia dipandang sebagai pemroses,pemikir, dan pencipta informasi. Menurut Bruner, yang penting ialah cara-cara bagaimana orang memilih, mempertahankan, dan melakukan transformasi informasi secara aktif. Menurut Bruner inilah inti dari belajar. Oleh karena itu, Bruner memusatkan perhatiannya pada masalah yang dilakukan manusia  dengan informasi yang diterimanya dan apa yang dilakukannya sesudah memperoleh informasi itu umtuk mencapai pemahaman yang memberikan kemampuan padanya.

c.         Empat tema tentang pendidikan
(1)     Struktur pengetahuan
Kurikulum hendaknya mementingkan struktur pengetahuan. Hal ini perlu sebab dengan struktur pengetahuam kita menolong siswa untuk melihat bagaimana faktor-faktor yang kelihatanya tidak ada hubungannya dapat dihubungkan satu dengan lainya, juga pada informasi yang telah mereka miliki.
1.    Kesiapan
Kesiapan terdiri atas penguasaan keterampilan-keterampilan yang lebih sederhana yang menungkinkan seseorang untuk mencapai keterampilan-keterampilan yang lebih tinggi.
2.    Intuisi
Intuisi adalah teknik-teknik intelektual untuk sampai pada formulasi-formulasi tentatif tanpa melalui langkah-langkah analitik untuk mengetahui apakah formulasi-formulasi  itu merupakan kesimpulan- kesimpulan yang sahih atau tidak.
3.    Motivasi
Motivasi atau keinginan untuk belajar dan cara-cara yang tersedia pada guru untuk merangsang motivasi itu. Pengalaman-pengalaman dimana para siswa berpartisipasi secara aktif dalam menghadapi lingkungannya.
(2)       Modal dan Kategori
Pendekatan Bruner terhadap belajar didasarkan pada dua asumsi (Rosser, 1984). Asumsi pertama ialah bahwa perolehan pengetahuan merupakan suatu proses interaktif. Berlawanan dengan para penganut teori perilaku, Bruer yakin bahwa orang yang belajar berinteraksi dengan lingkungan secara aktif, maka perubahan tidak hanya terjadi di lingkungan tetapi juga dalam orang itu sendiri. Asumsi kedua bahwa orang mengkonstruksi pengetahuannya dengan menghubungkan informasi yang masuk dengan informasi yang disimpan yang telah diperoleh sebelumnya.
Gambaran ini merupakan  bagian dari model alam yang kita miliki. Anggaplah ada suatu benda yang tidak kita kenal terdapat dalam lingkungan kita. Karena sifat ingin tahu kita, kita ingin memasukkan benda ini kedalam struktur kognitif kita. Pada saat melihat benda itu, ternyata benda itu tergerak, dan bahwa ‘benda itu’ ternyata organisme. Kita dapat memiliki dugaan sementara (hipotesis) bahwa organisme itu dapat hewan atau tumbuhan. Dalam model kita tentang alam ini kita telah memiliki beberapa ciri tentang hewan dan tumbuhan, maka kita dapat mengecek ciri-ciri yang lain dari benda itu untuk melihat apakah hipotesis kita betul atau tidak. Jika benda itu memiliki ciri-ciri hewan yang lain, maka benda itu dimasukkan dalam kategori hewan, bukan ke dalam kategori tumbuhan. Setelah mengamati lagi, kita mungkin menyimpulkan bahwa benda itu mempunyai tulang belakang, jadi kita dapat menggolongkan benda itu ke dalam kategori yang lebih sempit, yaitu vertebrata. Pada saat mengembangkan model kita memberikan atribut-atribut dari benda baru ini terhadap atribut-atribut dari kategori-kategori yang telah ditetapkan semula, akhirnya kita dapat menempatkan benda itu dalam kategori kuda, misalnya. Jika benda itu gagal untuk dimasukkan dalam klasifikasi-klasifikasi yang lebih khusus tentang kuda (appoloosa, percheron, dll), kita harus menambah suatu kategori baru untuk menerimannya.
Selanjutnya yang penting menurut Bruner adalah, bahwa kategorisasi dapat membawa kita ke tingkat yang lebih tinggi dari informasi yang diberikan. Ringkasan Bruner beranggapan bahwa belajar merupakan pengembangkan kategori-kategori dan pengembangan suatu sistem pengkodean (coding).
(3)       Belajar sebagai proses kognitif
Bruner mengemukakan bahwa belajar melibatkan tiga proses yang berlangsung hampir bersamaan. Ketiga proses itu ialah memperoleh informasi baru, transformasi informasi, menguji relevansi dan ketetapan pengetahuan.
Bruner menyebutkan pandangannya tentang belajar atau pertumbuhan kognitif pertama sebagai konseptualisme instrumental. Pandangan ini berpusat pada dua prinsip. Prinsip yaitu bahwa pengetahuan seseorang tentang kenyataan yang dibangunnya, dan prinsisp kedua menyatakan bahwa model-model semacam itu mulai diadopsi dari kebudayaan seseorang, kemudian model-model itu diadaptasikan pada kegunaan bagi orang bersangkutan.
Pendewasaan pertumbuhan intelektual atau pertu mbuhan kognitif seseorang ditunjukkan oleh bertambahnya ketidaktergantungan respon dari sifat stimulus. Pertumbuhan itu tergantung pada bagaimana seseorang menginternalisasi peristiwa-peristiwa menjadi suatu ”sistem simpanan” yang sesuai dengan lingkungan. Pertumbuhan itu menyangkut peningkatan kemampuan seseorang untuk mengemukakan pada dirinya sendiri atau pada orang lain apa yang telah atau akan dilakukannya. Penyajian kemampuan dapat dilakukan melalui tiga cara, yaitu cara ekonik, simbolik, enaktif.

(4)       Discovery learning (Belajar penemuan)
Menurut Bruner belajar bermakna bahwa dapat terjadi melalui belajar penemuan. Pengetahuan yang diperoleh melalui belajar penemuan dapat bertahan lama, serta mempunyai efek transfer yang lebih baik. Belajar penemuan meningkatkan penalaran dan kemampuan-kemampuan berfikir secara bebas dan melatih keterampilan-keterampilan kognitif untuk menemukan dan memecahkan masalah. Peranan guru adalah menciptakan situasi, sehingga siswa dapat belajar sendiri, dengan memberikan suatu paket yang berisi pelajaran kepada siswa. Bruner menganggap bahwa semua manusia memilik motif intrinsic untuk belajar. Motif intrinsik adalah keinginan yang muncul tanpa tergantung pada ganjaran atau pengharapan (rewards) dari luar diri anak. Ganjaran/rasa puas sudah melekat pada sebagai sifat yang inheren dalam aktivitas itu sendiri.
Teori instruktur menurut Bruner hendaknya mencakup:
1.         Pengalaman-pengalaman optimal bagi siswa untuk mau dan mudah belajar , ditinjau dari segi aktivitas, pemeliharaan dan pengarahan.
2.         Penstrukturan pengetahuan untuk pemahaman optimal, ditinjau dari segi cara penyajian, ekonomi dan kuasa.
3.         Perincian urut-urutan penyajian materi pelajaran secara optimal, dengan memperhatikan faktor-faktor belajar sebelumnya, tingkat perkembangan anak, sifat materi pelajaran dan perbedaan individu.
4.         Bentuk dan pemberian reinforcemen.
Dalam penerapan belajar penemuan, tujuan-tujuan pengajar hanya dapat dirumuskan secara garis besar dan cara-cara yang digunakan para siswa untuk mencapai tujuan tidak perlu sama. Peran pendidik atau guru tidak begitu mengendalikan proses belajar mengajar. Guru hendaknya mengarahkan pelajaran pada penemuan dan pemecahan masalah, selain itu guru diminta pula untuk memperhatikan tiga cara penyajian (efektif,  ekonik, simbolik ). Penilaian hasil belajar penemuan meliputi pemahaman tentang prinsip-prunsip dasar mengenai suatu bidang studi, serta aplikasi prinsip-prinsip itu pada situasi baru.
(a)Bentuk
Bruner menyarankan siswa harus belajar melalui mereka sendiri dengan memasukkan konsep-konsep dan prinsip-prinsip, dimana mereka harus didorong untuk mempunyai pengalaman dan melakukan eksperimen-eksperimen dan membiarkan membiarkan mereka menemukan prinsip-prinsip bagi mereka sendiri.
(a)       Prinsip
Para pendidik dapat menggunakan belajar penemuan ini untuk mendorong siswa untuk selalu mandiri dan percaya diri dengan membiarkan siswa-siswa mengikuti kompetensi dan kepuasan dari keingintahuan mereka.
a.  Guru sebaiknya mendorong siswa untuk menyelesaikan masalah-masalah mereka sendiri.
b.  Mengajar harus luwes atau fleksiel dan bersifat menyelidiki atau menjelajah
c.   Guru harus mempertimbangkan sikap siswa dalam belajar.


(b)       Metode
a.       Dengan menggunakan motif reprositas
b.      Dengan motif emulasii
c.       Dengan kompetensi
(c)        Aplikasi Pembelajaran
           Bruner membentuk banyak model pembelajaran yang dijadikan sebagai alat (instrument).Dengan model-model itu individu-individu dimungkinkanuntuk mengemulsi dengan jalan mempredksi,menginterpolasi dan mengekstrapolasi pengetahuan lebih lanjut.Model-model pengetahuan itu pada dasarnya,menurut Bruner merupakan sebuah ekspektasi atau harapan.Denagan mengkonstruksi suatu model,individ tidak hanya sekedar terikat ada informasi yang sudah ada sebelumnya,melainkan lebih memungkin seseorang untuk mengkonstruksi harapan-harapan yang berada jauh ke depan di luar informasi yang diterima.
         Berikut adalah beberapa saran-saran tambahan yang didasarkan pendekatan discovery learning terhadap pengajaran.
a.  Mendorong memberikan “ dugaan sementara “ dengan memberi pertanyaan-pertanyaan membimbing.
b.  Menggunakan berbagai alat peragaan dan permaianan.
c.   Guru harus mendorong siswa untk memuaskan keingintahuan mereka meskipun jika mereka ingin mengembangkan pikirannnya atau ide-ide yang kadang-kadang tidak langsung berhubungan dengan mata pelajaran.
d.  Gunakan sejumlah contoh yang berlawanan dengan mata pelajaran yang berhubungan dengan topic.

3. Teori reception learning (david ausubel)
David ausubel mengkritik discovery learning Bruner. Menurut Ausubel, siswa-siswa tidak selalu  tahu apa yang penting dan relevan. Dan banyak siswa membutuhkan motivasi eksternal dalam melakukan tugas-tugas kognitif yang diperlukan untuk belajar apa yang diajarkan di sekolah. Menurut Ausubel, faktor yang paling penting dalam mempengaruhi belajar adalah apa yang diketahui siswa. Ausubel menyampaikan satu alternatif model pengajaran yang disebut receptiom learning.
Walaupun peranan guru sangat berbeda dalam discovery learning dan reception learning, tetapi keduanya memiliki permasalahan pokok. Pertama, keduanya mengajukan siswa agar terlibat aktif dalam proses belajar. Kedua,  mereka menekankan cara membawa pengetahuan siswa yang telah ada sebelumnya untuk digabungkan dengan pelajaran baru. Ketiga, keduanya mengasumsikan bahwa pengetahuan, suatu ketika secara perlahan-lahan dan terus menerus akan berubah di dalam pikiran siswa.
(1)   Bentuk
Secara sederhana, siswa tidak cukup hanya diajari bagaimana membuat strategi dalam menghadapi suatu masalah; siswa harus diajari pula bagaimana memonitor diri mereka sendiri dalam menilai dan menguji siswa untuk melihat apakah mereka menerapkan strategi baru. Dengan kata lain, guru membutuhkan suatu metode dalam menilai dan menguji siswa untuk melihat perlu atau tidak untuk menerapkan strategi baru.
Ahli-ahli teori reception learning situasi belajar, memilih menyertakan agar guru menyususn situasi belajar, memilih menyarankan agar guru menyusun situasi belajar, memilih materi-materi yang tepat bagi siswa, dan kemudian menyampaikannya dalam bentuk pengajaran yang terorganisasi dengan baik, mulai dari yang umum ke hal-hal yang lebih rinci. Inti dari pendekatan Ausubel adalah apa yang disebut exspository teaching, yaitu pengajaran yang sistematis dengan penyampaian imformasi yang bermakna.


(2)   Prinsip
Berkaitan dengan penerapan expository dalam pengajaran, ada sejumlah hal-hal praktis yang berpusat pada pengajaran expository. Contoh, semua informasi yang baru harus diintegerasikan ke dalam ilmu pengetahuan yang telah dipunyai siswa sebelumnya jika informasi ini penting. Untuk  memenuhi syarat ini, materi pelajaran harus diorganisasi sehingga ide-ide umum disampaikan sebelum fakta dan rincian khusus.
(3)   Metode
Expository teaching berisi tiga tahap penyampaian pelajaran yang didsimpulkan dalam tabel. Fase pertama adalah prsentation of advance organizer. Strategi Ausubel selalu dimulai dengan advance organizer, yaitu suatu pernyataan dengan memperkenalkan konsep tingkat tinggi yang cukup luas untuk mencakup informasi yang akan mengikuti. Advance organizer dapat mengambil tiga bentuk berbeda, yaitu definisi dari suatu konsep, generalisasi atau analogi yang dibandingkan, dengan materi baru dengan bebrapa contoh yang dikenal baik. Definisi dan generalisasi organizer  dianggap tepat jika materi yang dipelajari tidak dikenal dan siswa harus mempunyai ide yang  masuk akal untuk menemukan informasi baru. Tujuan advance  organizer adalah memberi siswa informasi yang mereka butuhkan untuk mempelajari pelajaran atau membantu mereka dalammengingat danmenerapkan pengetahuan yang telah mereka punyai, tanpa menyadari adanya relevansi pelajaran itu. Jadi, organizer merupakan jembatan antara materi baru dan materi yang sudah dimiliki siswa.
Pengatur awal mengarahkan siswa pada materi  yang akan mereka pelajari dan menolong mereka untuk mengingat kembali informasi yang berhubungan, dan dapat digunakan dalam membantu menanamkan pengetahuan baru. Advance organizer  berhubungan dengan ide-ide yang disampaikan dalam suatu pelajaran untuk memberikan informasi kepada siswa yang telah siap dalam pikiran mereka, dan memberikan skema organisasi yang luas dalam bentuk informasi yang lebih khusus.
Fase kedua adalah presentation of learning task or material. Pada fase ini, materi baru disampaikan dengan memberikan ceramah, diskusi film, atau memberikan tugas kepada siswa. Ausubel menekankan kebutuhan untuk mempertahankan perhatian siswa sama biknya dengan kebutuhan dalam mengorganisasi materi pelajaran secara jelas untuk berhubungan dengan susunan yang telah direncanakan dalam advance organizer.
Fase ketiga adalah strengthening cognitive organization. Fase ini menyarankan agar guru mencoba menggabungkan informasi baru ke dalam susunan pelajaran yang sudah direncanakan untuk pelajaran permulaan dengan mengingatkan siswa bagaimana setiap rincian khusus yang berhubungan dengan konsep yang lebih besar. Siswa juga ditanya apakah merekaa mengerti pelajaran yang disampaikan oleh guru dan dapat menghubungkan pelajaran tersebut dengan pengetahuan mereka yang telah ada sebelumnya, serta menghubungkan dengan organisasi yang di advance organize.






Koponen-komponen penting dalam model pengajaran ekspositori Ausubel
Fase pertama:
Fase kedua:
Fase ketiga:
Penyampaian advance organizer
Penyampaian tugas-tugas belajar atau materi pelajaran

·         Menjelaskan tujuan pelajaran
·         Menyampaikan organizer
·         Mengidentifikasi definisi ciri-ciri tertentu
·         Memberi contoh
·         Memberi konteks
·         Mengulang
·         Segera menyadari pengetahuan dan pengalaman siswa
·         Membuat organisasi yang eksplisit
·         Membuat materi pelajaran secara logis dan eksplisit
·         Menuntut perhatian
·         Menyampaikan materi
·         Memperkuat cognitive organization
·         Mempromosikan secara aktif reception learning
·         Memperluas materi pelajaran
·         Menghubungkan informasi baru ke advance organizer

Tabel 1. Komponen-komponen penting dalam model pengajaran ekspositori Ausubel
(4)  Aplikasi pembelajaran
Ausubel menyarankan agar para pendidik atau guru sebaiknya menggunakan sustu pendekatan deduktif. Dengan kata lain, mereka harus mengenalkan suatu topik dengan konsep-konsep umum; kemudian perlahan-lahan menyampaikan contoh-contoh yang lebih khusus dan selalu harus ada mata rantai antara apa yang diketahui siswa dan informasi baru.

Ada dua tambahan saran untuk pengajaran yang berdasarkan strategi reception learning, yaitu:
1.    Mengorganisasi pengajaran sebelumnya dengan suatu cara yang akan mengarahkan dari konsep-konsep yang paling umum ke konsep-konsep yang paling detail,
2.    Merencanakan diskusi kelas dalam waktu yang singkat sebelum menyampaikan mata pelajaran baru kepada siswa, sehimhgga siswa dapat mengungkapkan latar belakang informasi yang penting.

4.     Teori konstruktif dan kooperatif
Konstruktivisme lahir dari gagasan piaget dan vigostsky, dimana keduanya menekankan bahwa perubahan kognitif hanya terjadi jika konsepsi-konsepsi yang telah dipahami sebelumnya diolah melalui  suatu proses ketidakseimbangan dalam upaya memahami informasi-informasi baru. Piaget dan vigotsky juga menekankan pada hakekat sosial dan proses belajar kelompok-kelompok belajar dengan kemampuananggota-anggota kelompok yang berbeda-beda untuk mengupayakan perubahan konseptual.
Salah satu prinsip penting dari psikologi pedidikan adalah guru tidak dapat semata-mata memberikan pengetahuan kepada siswa. Siswa harus membangun pengetahuan di dalam benaknya. Dalam hal ini guru memberikan kesempatan kepada siswa untuk menemukan atau menerapkan sendiri ide-ide dan mengajak kepada siswa secara sadar menggunakan strategi-strategi mereka sendiri untuk belajar . dalam hal ini bisa di katakan bahwa guru dapat memberi siswa tangga untuk mencapai pemahaman yang lebih tinggi, namun harus diupayakan agar siswa sendidri yang memanjat tangga tersebut. Hal tersebut menjadi dasar pemikiran teori konstruktivisme.
Esensi dari teori konstruktivisme adalah ide bahwa siswa harus secara individu menemukan dan mentransfer setiap informasi-informasi yang kompleks, dalam rangka membangun pemahaman mengenai suatu pengetahuan (Brooks, 1990; Leinhardt, 1992: Brown, et al. 1989). Teori konstuktivisme berpandangan bahwa siswa secara terus menerus memeriksa informasi-informasi baru yang berlawanan dengan aturan-aturan tersebut jika tidak sesuai lagi. Pandangan ini mempunyai implikasi yang mendalam dalam pengajaran, sebab teori ini menganjurkan peranan yang lebih aktif pada siswa sdalam pembelajaran mereka sendiri. Di dalam kelas yang demikian, maka peran guru adalah menemukan fakta, konsep, atau prinsip bagi diri mereka sendiri, bukan memberikan ceramah atau mengendalikan seluruh kegiatan kelas.
Konstruktivisme lahir dari gagasan piaget dan Vigostky. Dimana keduanya menekankan bahwa perubahan kognitif hanya terjadi jika konsepsi-konsepsi yang telah difahami sebelumnya diolah melalui suatu proses ketidakseimbangan dalam upaya memahami informasi-informasi baru. Keduanya menyarankan untuk menggunakan kelompok-kelompok belajar dengan kemampuan anggota-anggota kelompok yang berbeda –beda untuk mengupayakan perubahan konseptual. Walaupun demikian, terdapat beberapa perbedaan pada dua teori tersebut. Vigotsky, misalnya, menekankan adanya hakekat sosial dari belajar dan peran dari bahasa dalam pembentukan struktur kognitif individu, sedangkan Piaget kurang memperhatikan kedua hal tersebut.
Sekarang, marilah kita cermati beberapa prinsip teori kognitif yang merupaka ttea utama dalam teori bellajar konstruktivisme.

(a)       Prinsip teori belajar  Piaget
Kita telah mengenal Piaget pada bab pembahasan mengenai perkembangan dan pertumbuhan. Pada bagian ini, kita akan melihat secara lebih mendalam mengenai prinsip-prinsip teori kognitif Piaget yang menjadi dasar dari teori belajar konstruktivisme.
Piaget percaya bahwa anak-anak membangun secara aktif dunia kognitif mereka sendiri, sehingga informasi tidak dituangkan ke dalam pikiran mereka di lingkungan. Piaget yakin bahwa anak-anak menyesuaikan pemikiran mereka untuk mencakup gagasan-gagasan baru, karena informasi tambahan mempercepat pemahaman.
Dalam pandangan Piaget, dua proses yang mendasari perkembangan dunia imdividu adalah pengorganisasian dan penyesuaian. Untuk membuat dunia kita masuk akal, kita mengorganisasikan dan menyesuaikan pengalaman-pengalaman dan gagasan-gagasan kita. Menurut Piaaget, kita menyesuaikan diri dalam dua cara, yaitu asimilasi dan akomodasi.
Asimilasi terjadi ketika individu menggabungkan informasi baru ke dalam pengetahuan mendalam yang sudah ada. Sedangkan akomodasi terjadi ketika individu menyesuaikan diri dengan informasi baru. Piaget berpikir bahwa asimilasi dan akomodasi berlangsung sejak kehidupan bayi yang masih sangat kecil.
Piaget juga yakin bahwa  manusia melampaui empat tahap dalam memahami dunia. Masing-masing tahap terjadi dengan usia dan terdiri dari cara berpikir atau berperilaku yang khas. Cara yang berbeda dalam memahami dunialah yang menyebabkan suatu tahap lebih berkembang dibandingkan tahap yang lain.menurut pandangan Piaget, mengrtahui lebih banyak informasi tidak menyebabkan pemikiran anak lebih berkembang. Inilah yang dimaksud Piaget ketika mengatakan bahwa kognisi anak berbeda secara kualitas pada suatu tahap dibandingkan dengan tahap lain. Empat tahap perkembangan kognitif itu adalah sensori-motorik (0-2 tahun), pra-operasional (2-7 tahun), operasional kongkrit (7-11 tahun), dan operasional formal (11 tahun-dewasa).
(b)      Prinsip teori belajar Vygotsky
Teori  Vygotsky sekarang masih menjadi kekuatan yang amat besar dalam kajian psikologi perkembangan didasarkan pada dua hal. Pertama, ia mengemukakan bahwa perkembangan intelektual dapat dipahami hanya bila ditinjau dari konteks historis dan budaya pengalaman individu. Kedua, ia yakin bahwa perkembangan tergantung pada sistem-sistem isyarat (sign system). Sistem-sistem isyarat membantu orang untuk berpikir, berkomunikasi, dan memecahkan masalah, misalnya bahasa budaya, sistem penulisan atau sistem perhitungan. Vygotsly juga yakin bahwa peroleh sistem-sistem isyarat itu terjadi dalam urutan langkah-langkah yang tidak berubah atau sama pada semua anak.
Teori Vygotsky mengatakan bahwa mendahului perkembangan. Pembelajaran melibatkan perolehan isyarat melalui pengajaran dan informasi dari orang lain. Internalisasi ini disebut pengaturan diri atau self-regulation.
(i)        Pengaturan diri (self-regulation)
Langkah pertama dalam perkembangan pengaturan diri dan pemikiran mandiri adalah mempelajari bahwa sesuatu hal memiliki makna. Langkah kedua dalam pengembangan struktur-struktur internal dan pengaturan dirii melibatkan latihan atau pengulangan. Sedangkan langkah terakhir adalah kemampuan menggunakan isyarat dan memecahkan masalah tanpa bantuan orang lain. Pada titik ini, anak-anak menjadi mandiri atau mengatur diri sendiri.
Suatu mekanisme yang ditekankan Vygotsky untuk mengalihkan pengetahuan milik bersana menjadi pengetahuan pribadi (internalisasi) adalah bercakap-cakap dengan diri sendiri (private speech). Menurut pandangan Vygotsky, anak-anak menggunakan private speech ini untuk memandu perilaku mereka dalam memecahkan masalah.
Self-regulated learner (pebelajar yang memiliki pengaturan diri yang baik) adalah seseorang yang memiliki pengetahuan tentang strategi belajar efektif dan bagaimana serta kapan menggunakan pengetahuan itu. Lebih dari itu, pebelajaran semacam  itu termotivasi oleh belajar itu sendiri, bukan hanya karena nilai atau motivator eksternal lain. Mereka juga mampu menekuni tugas berjangka panjang hingga tugas itu terselesaikan.
(iii)    Zona perkembangan terdekat (zone of proximal development)
Ide pembelajaran sosial kontruktivisme modern telah digunakan untuk menunjang metode pengajaran yang menekankan pada pembelajaran kooperatif, pembelajaran berbasis proyek dan penemuan. Terdapat empat prinsip kunci yang diturunkan dari teori Vygotsky yang memegang peran penting. Pertama adalah penekanannya pada hakekat sosial dari pembelajaran. Vygotsky menemukan bahwa siswa belajar melalui interaksi dengan orang dewasa dan teman sebaya yang lebih mampu. Konsep kunci kedua adalah ide bahwa siswa belajar konsep paling baik apabila konsep itu berada dalam zona perkembangan terdekat (zone of proximal development) mereka. Ketiga, adalah pemegangan kognitif (Gardner,1991). Istilah ini mengacu pada proses dimana sesorang yang sedang belajar secara tahap demi tahap memperoleh keahlian dalam interaksinya dengan seorang pakar. Pakar itu bisa orang dewasa, orang yang lebih tua atau teman sebaya yang menguasai permasalahannya. Konsep kunci keempat adalah siswa harus diberi tugas-tugas kompleks, sulit dan brealistik dan kemudian diberikan bantuan secukupnya untuk menyelesaikan tugas-tugas ini. Bantuan semacam ini disebut juga dengan scaffolding.

Zona perkembangan terdekat adalah tingkat perkembangan yang berbeda sedikit di atas tingkat perkembangan individu pada saat tertentu. Dalam teori ini dijelaskan bahwa belajar terjadi pada saat anak-anak sedang bekerja di dalam zona terdekat. Tugas-tugas di dalam zona ini adalah tugas-tugas yang tidak dilakukan sendiri oleh anak melainkan dengan bantuan teman sebaya atau orang dewasa yang lebih kompeten.
(ii)        scaffolding
Scaffolding adalah dukungan untuk belajar dan pemecahan masalah. Dukungan itu dapat berupa petunjuk,peringatan,dorongan, memerinci masalah ke dalam langkah-langkah, pemberian contoh, atau tindakan lain yang memungkinkan siswa tumbuh mandiri sebagai pembelajaran. Scaffolding mengacu pada bantuan yang diberikan oleh teman-teman sebaya atau orang dewasa yang lebih kompeten.
(iii)       implikasi dalam pengajaran
Teori Vygotsky memiliki dua implikasi utama. Pertama adalah hasrat mewujudkan tatanan pembelajaran kooperatif di antara kelompok-kelompok siswa dengan tingkat-tingkat kemampuan yang berada. Kedua, pendekatan Vygotsky dalam belajar menekankan pada penggunaan scaffolding, akan tetapi siswa semakin lama semakin mengambil tanggung jawab untuk pembelajarannya sendiri. Berdasarkan dua implikasi tersebut, maka kegiatan-kegiatan kelas dapat diorganisasikan sebagai berikut.
1)        Pengajaran dilakukan untuk menyediakan latihan pada bagian atas lapisan zona perkembangan terdekat bagi anak-anak.
2)        Kegiatan-kegiatan pembelajaran kooperatif dapat direncanakan dengan kelompok-kelompok anak pada tingkat berbeda sehingga dapat saling membantu.

3)        Scaffolding merupakan suatu taktik untuk membantu siswa dalam zona perkembangan terdekatnya dimana orang dewasa memberi petunjuk dan saran pada berbagai tindakan.
(c) Proses Top-Down
Pendekatan kontruktivis dalam pengajaran lebih menekankan pada pengajaran top-down dari pada bottom up. Top-down berarti siswa mulai dengan masalah-masalah yang kompleks untuk di pecahkan dan selnjutnya memecahkan atau menemukan (dengan bantuan guru) ketrampilan-ketrampilan dasar yang diperlukan. Pendekatan pemrosesan top-down ini berlawanan dengan strategi bottom up tradisional dimana ketrampilan-ketrampilan dasar secara bertahap dilatihkan untuk mewujudkan ketrampilan-ketrampilan yang lebih kompleks, lengkap dan autentik. Pendekatan kontruktivis bekerja dengan arah sebaliknya, di mulai dengan masalah (sering muncul dari siswa sendiri) dan selanjutnya membantu siswa menyelesaikan bagaimana menemukkan langkah-langkah memecahkan masalah tersebut. Pendekatan top-down artinya bahwa tugas-tugas yang diberikan pada siswa bukan merupakan bagian atau penyederhanaan dari tugas-tugas yang akhirnya diharapkan dapat dilakukan siswa, melainkan merupakan tugas sebenarnya.

(d) Pembelajaran Kooperatif
Pendekatan kontruktivis dalam pengajaran menerapkan pembelajaran kooperatif secara luas, berdasarkan teori bahwa siswa lebih mudah menemukkan dan memahami konsep-konsep yang sulit jika mereka sering mendiskusikan masalah tersebut dengan temannya. Sekali lagi, penekanan pada hakikat social dalam belajar dan penggunaan kelompok sejawat untuk memodelkan cara berfikir sesuai dan saling mengemukakan dan menantang miskonsepsi-miskonsepsi diantara mereka sendiri merupakan unsur kunci darikonsepsi piaget dan vigostsky tentang perubahan kognitif (pontecorvo,1993)

(e) Generative learning
Banyak strategi pengajaran yang digunakan dalam pendekatan konstruktivis dalam pengajaran termasuk dibawah judul generative learning (Wittrock, 1996). Asumsi sentral pendekatan kontruktivis adalah bahwa belajar itu ditemukan, meskipun apabila kita menyampaikan sesuai kepada siswa, mereka harus melakukan operasi mental dengan informasi itu untuk membuat informasi itu masuk ke dalam pemahaman mereka. Strategi ini mengajarkan pada siswa metode-metode spesifik melakukan kerja mental menangani informasi baru. Misalnya siswa telah berhasil diajarkan untuk membuat pertanyaan-pertanyaan untuk diri mereka sendiri, ikhtisar, dan analogi tentang materi yang telah mereka baca dan mengucap dengan kata-kata sendiri apa yang telah mereka dengar. Kegiatan-kegiatan generatif ini telah memberikan sumbangan kepada hasil belajar dan ingatan siswa (Roseshine & Chapman, 1992) 
5. Belajar tuntas (mastery learning)
            Sistem belajar tuntas (mastery learning) merupakan suatu pola pengajaran terstruktur yang bertujuan untuk mengadaptasipengajaran klasikal dengan memberi perhatian pada perbedaan-perbedaan antar siswa, terutama menyangkut laju kemajuan atau kecepatan dalam belajar. Menurut Bloom (1971), seharusnya peserta didik harus menguasai 90% dari apa yang diajarkan mereka. Berikut adalah garis besar strategi belajar tuntas menurut Bloom :
1.            pelajaran terbagi atas unit-unit kecil untuk satu atau dua minggu pelajaran
2.            bagi masing-masing unit, tujuan intruksional dirumuskan dengan jelas
3.            tugas belajar dalam masing-masing unit diajarkan dengan pengajaran kelompok regular
4.            pada tiap-tiap akhir unit belajar diselenggarakan tes-tes diagnotis (formative test) untuk menentukan apakah murid-murid telah menguasai unit belajar. Jika belum maka pendidik harus mengetahui apa yang dikuasai oleh murid dan memberikan tugas tambahan yang harus dikerjakan murid
5.            untuk mengatasi kelemahan-kelemahan belajar, dapat dipakai prosedur-prosedur: belajar kelompok dalam kelompok-kelompok kecil, membaca kembali bagian-bagian tertentu, menggunakkan bahan-bahan terprogram dan bantuan audio-visual, serta penambahan waktu belajar. Setelah itu dapat diadakan waktu retesting. Bila unit-unit terselesaikan, suatu tes akhir (summative test) dapat diselenggarakkan untuk menentukkan nilai pelajaran akhir.

Strategi Bloom ini berbeda dari bentuk pengajaran lain karena
menekankan pada penguasaaan unit-unit belajar kecil, penggunaan tes diagnostic, serta prosedur-prosedur korektif untuk mengatasi kesulitan belajar murid. Bloom juga mengemukakan bahwa program belajar tuntas mengembangkan minat dan sikap positive murid terhadap mata pelajaran.
Menurut John B. Caroll, belajar tuntas dipengaruhi oleh factor-faktor sebagai berikut.
a.    jumlah waktu yang disediakan, yaitu merujuk pada berapa lama suatu proses belajar berlangsung.
b.    Ketekunan siswa, yaitu merujuk pada komitmen dan perhatian yang diberikan siswa pada suatu pelajaran. Factor ini memegang peranan penting dalam penguasaan materi sebab keberhasilan siswa dalam menguasai materi ditentukan pula oleh kemampuannya menyelesaikan tugas-tugas yang diberikan.
c.    Jumlah waktu berdasarkan kemampuan siswa untuk menyerap materi pelajaran. siswa yang satu dan yang lain mungkin berbeda dalam hal kemampuan menyerap materi pelajaran, sehingga bisa jadi kemajuan siswa yang satu tidak sama dengan siswa yang lain. Dalam system beljar tuntas, pendidik harus memperhatikan masing-masing laju kemajuan atau kecepatan peserta didiknya dan mengambil langkah-langkah pengajaran yang sesui ubtuk membantu peserta didik yang kemajuan belajarnya lebih lambat dibandingkan yang lain.
d.    Taraf materi pelajaran yang diberikan. Semakin sulit materi pelajaran, baik pendidik maupun pembelajar memerlukan komitmen dan perhatian yang lebih terhadap proses belajar.
e.    Kualitas pengajaran, yaitu merujuk pada kemampuan pengajar untuk memberuikan metode pengajaran yang sesuai dengan materi dan tingkat kesulitan sehingga siswa dapat menerima materi dengan baik. Kualitas pengajaran juga merujuk pada kemampuan evaluasi pengajar mengenai metode pengajarnnya sendiri.
f.     Kemampuan siswa dalam mengikuti intruksi verbal. Adapun tingkat penguasaaan siswa dapat dihitung dengan rumus berikut:

Tingkat penguasaan = waktu yang digunakkan : waktu yang tersedia
     
      Waktu yang tersedia merujuk pada berapa lama suatu proses belajar berlangsung. Misalnya untuk 2 SKS perkuliahan sama artinya dengan 2 x 50 menit pertemuan tatap muka. Maka waktu yang tersedia untuk perkuliahan adalah 100 menit. Sedangkan waktu yang digunakkan merujuk pada komitmen dan perhatian yang diberikan individu untuk belajar. Jadi, jika dari 100 menit waktu yang tersedia untuk proses belajar, seorang pembelajar harus menyediakan 50 menit untuk komitmen dan perhatian penuh terhadap pelajaran itu maka tingkat penguasaan siswa tersebut dapat dihitung dengan rumus diatas. 50 : 100 = 0,5 atau 50%
      Dengan demikian system belajar tuntas memberikan implikasi sangat jelas di dalam proses pembelajaran, yaitu :
a.    seorang pendidik harus menetapkan dengan tegas mengenai tujuan-tujuan intruksional. Hal ini berkaitan dengan penilaian atau evaluasi yang dibutuhkan untuk menentukan apakah pembelajar atau siswa telah mencapai tingkat penguasaan yang ditetapkan.
b.    Di dalam system belajar tuntas, materi “yang berikutnya” tidak diberikan sebelum materi “yang berikutnya” telah dikuasai dengan baik oleh siswa atau pembelajar sesuai dengan tingkat penguasaan yang telah ditentukan.
c.    Pendidik perlu melakukan testing formatif secara berkala dan kontinyu. Hal ini penting untuk mengetahui laju kemajuan tiap-tiap siswa, sehingga bagi siswa-siswa yang mengalami kemajuan yang lebih lambat dibandingkan siswa lain dapat segera ditangani dengan langkah-langkah pengajaran yang diperlukan, misalnya pemberian remedial teaching ataupun bimbingan belajar.

C.        HUMANISTIK
      Perspektif humanistik terutama tertarik untuk melihat bagaimana tiap-tiap individu dipengaruhi dan dibimbing oleh tujuan-tujuan subyektif mereka sendiri, serta bagaimana mereka menginterpretasikan pengalaman-pengalaman pribadi mereka. Setiap individu memiliki kerangka piker (frame of reference) yang unik dan subyektif dalam memaknai fenomena disekeliling mereka. Tujuan utama para pendidik dalam pandangan humanistic adalah membantu masing-masing individu untuk mengenal diri mereka sendiri sebagai manusia yang unik dan membantunya dalam mewujudkan potensi-potensi yang ada pada diri mereka.
      Perspektif humanistik berbeda dari pandangan behavioristik dengan cara yang sangat bertolak belakang, yaitu bagaimana keduanya memandang keberdayaan individu dalam membuat pilihan-pilihan dalam hidupnya (fredoom determination issue). Behavioristik memandang manusia sebagai makhluk reaktif yang semata-mata memberi respon terhadap lingkungan. Pengalaman dan pemeliharaan, yang disertai penguatan akan membentuk prilaku. Manusia dipandang sederhana, perilakunya dapat diprediksi dan dikontrol dengan menerapkan hukum umum perilaku yang diperoleh dari eksperimen dengan mengamati prilaku hewan. Sedangkan pandangan humanistik berpandang sebaliknya, bahwa manusia pada dasarnya memiliki kekuatan untuk membuat pilihan-pilihan mereka sendiri. Mereka dipandang unik bahwa setiap pengalaman atau fenomena memiliki makna yang berberbeda-beda bagi tiap individu tergantung pada bagaimana mereka membri makna pada peristiwa tersebut.
      Ahli-ahli teori humanistik menunjukkan bahwa:
1.    tingkah laku individu pada mulanya ditentukan oleh bagaimana mereka merasakan dirinya sendiri dan dunia sekitarnya,
2.    individu bukanlah satu-satunya hasil dari lingkungan mereka seperti yang di katakana oleh ahli teori tingkah laku, melainkan langsung dari dalam, bebas memilih dimotivasi oleh keinginan untuk aktualisasi diri, atau memenuhi potensi keunikan mereka sebagai manusia.
           
Meninjau pandangan tokoh humanistik :
1.    Arthur Combs
Combs memandang bahwa pendidik seharusnya memperhatikan pendidikan lebih responsif terhadap kebutuhan kasih sayang (affective) siswa. Kebutuhan afektif adalah  kebutuhan yang berhubungan dengan emosi, perasaan, nilai, sikap, predisposisi, dan moral. Kebutuhan-kebutuhan ini diuraikan oleh Combs (1981) sebagai tujuan pendidik humanistik, yaitu:
1.      menerima kebutuhan-kebutuhan dan tujuan siswa serta menciptakan pengalaman dan program untuk perkembangan keunikan potensi siswa
2.      memudahkan aktualisasi diri siswa dan perasaan diri mampu
3.      memperkuat perolehan ketrampilan dasar (akademik, pribadi, antar pribadi, komunikasi, dan ekonomi)
4.      memutuskan pendidikan dan penerapannya secara pribadi
5.      mengenal pentingnya perasaan manusia, nilai dan persepsi dalam proses pendidikan
6.      mengembangkan suasana belajar yang menantang dan bisa dimengerti, mendukung, menyenangkan, serta bebas dari ancaman
7.      mengembangkan siswa dengan ketulusan, respek, dan menghargai orang lain, dan terampil dalam menyelesaikan konflik.
     
2.    Carl Rogers
Di dalam bukunya freedom to learn ia menunjukkan sejumlah prinsip-prinsip belajar humanistik yang penting diantaranya adalah sebagai berikut :
1.      manusia memiliki kemampuan untuk belajar secara alami
2.      belajar yang signifikan terjadi apabila subject matter dirasakan murid memiliki relevansi dengan maksud-maksudnya sendiri
3.      belajar yang menyangkut suatu perubahan di dalam persepsi mengenai dirinya sendiri dianggap mengancam dan cenderung untuk ditolak
4.      tugas belajar yang mengancap diri adalah lebih mudah dirasakan dan diasimilasikan apabila ancaman-ancaman dari luar semakin kecil
5.      apabila ancaman terhadap diri siswa rendah, pengalaman dapat diperoleh dengan berbagai cara yang berbeda-beda dan terjadilah proses belajar.
6.      belajar yang bermakna diperoleh siswa dengan melakukannya
7.      belajar diperlancar apabila siswa dilibatkan dalam proses belajar dan ikut bertanggungjawab terhadap proses belajar itu
8.      belajar atas inisiatif sendiri yang melibatkan pribadi siswa seutuhnya, baik perasaan maupun intelek, merupakan cara yang dapat memberikan hasil yang mendalam dan lestari
9.      kepercayaan diri, kemerdekaan, dan kreativitas, lebih mudah dicapai jika siswa dibiasakan untuk mawas diri dan mengkritik dirinya sendiri dan menilai diri orang lain merupakan cara kedua yang penting
10.  belajar yang paling berguna secara social didalam dunia modern ini adalah belajar mengenai proses belajar, suatu keterbukaan yang terus-menerus terhadap pengalaman dan penyatuannya kedalam dirinya sendiri mengenai proses perubahan itu.
C. P E N U T U P
·         KESIMPULAN
Proses belajar mengajar yang terjadi di lingkungan sekolah maupun luar sekolah tidak serta merrta dapat dilaksanakan sesuai rencana. Seorang pendidik harus bisa menguasai kondisi anak didiknya, tau posisi anak didik apakah pada saat itu anak didik berada pada garis alfa atau berada pada garis beta. Dalam melaksanakan proses belajar mengajar perlu dilakukan berbagai metode yang sesuai dengan kondisi dan kemampuan anak didik tersebut agar anak didik bisa mencapai hasil yang sesuai. Oleh karena itu metode-metode belajar harus dilaksanakan sesuai kebutuhan anak didik agar semua peserta didik dapat mencapai hasil belajar yang sesuai.
·         SARAN
Dari teori-teori belajar yang telah diungkapkan diatas diharapkan para pendidik dapat menggunakan teori-teori belajar tersebut sebagai acuan dalam melaksanakan proses pembelajaran yang lebih baik.








DAFTAR PUSTAKA
Nursalim, muchamad,M.Si (2007).psikologi pendidikan.surabaya:unesa university press
Dakir. 1993. Dasar –dasar psikologi. Yogyakarta: Pustaka pelajar.
DePorter, Bobbi, dan Mike Hermacki, 1999. Quantum Learning. Bandung, Kaiffa.
Skinner, B.F. 2002. Operant Conditioning. B. F. Skinner Foundation. All Rights Reserved,
Soekamto, Toeti. 1986. Teori belajar dalam sistem instruksional. Makalah disampaikan pada pelatihan sistem instruksional di Pustekkom Dikbud (sekarang Diknas), kerja sama dengan UT Jakarta.
Yusup, Pawit M. 2003. homepage Pawit MY. Biografi, makalah, modul kuliah, dll. Alamat: http://bdg.centrin.net.id/~pawitmy/
Tim Penyusun Buku Psikologi Pendidikan. 2006. Psikologi Pendidikan. Yogyakarta: FIP.
Tim Penyusun Buku Psikologi Pendidikan. 2006. Psikologi Pendidikan. Yogyakarta: UNY Press.




  


Tidak ada komentar:

Posting Komentar